akhirnya bertemu dengan si yang selalu diagung-agungkan

Renjun terdiam dikelas. Wajahnya sedikit pucat. Kata demi kata yang berada di kertas bertinta merah itu terngiang-ngiang di kepalanya.

Bahkan jika ada masanya kamu pergi Kamu menghilang Kamu tak lagi hadir Jika itu benar terjadi Aku lebih memilih untuk mati

Bait itu berhasil membuat pemuda riang seperti Renjun merinding. Lelaki itu tidak mengatakan sepatah kata pun saat pelajaran berlangsung. Ia hanya diam, pikirannya sudah menguap entah kemana.

“Renjun?!” seruan itu berhasil membuyarkan lamunan si manis. Ia lantas menolehkan kepala ke sahabatnya yang tadi berusaha memanggil-manggil namanya.

“Renjun, kau tidak apa? Kau terlihat pucat,” ujar Yang-Yang penuh kekhawatiran. Ia memperhatikan Renjun sedari tadi, sahabatnya tidak berperilaku seperti biasanya.

“Aku tidak apa Yang-Yang.” Yang-Yang memicingkan matanya. Menatap curiga Renjun yang berusaha mengontrol raut wajahnya.

“Serius? Kau tampak-”

“Aku lapar, kau mau ikut ke kantin?” Renjun bangkit dari tempat duduknya dan tersenyum menghadap sang sahabat. Lelaki manis itu berhasil memotong ucapan Yang-Yang dan mengalihkan topik pembicaraan.

“Baiklah, aku ikut dengan mu,' ucap Yang-Yang. Meski begitu, Lelaki kelahiran bulan Oktober itu tetap merasa ada yang aneh dengan sahabatnya ini.

Selama perjalanan menuju kantin, Yang-Yang terus menatap penuh curiga kepada Renjun.

Renjun tau apa yang ada dipikiran sahabat karibnya. Namun ia tetap mencoba untuk mengontrol raut wajahnya meski dalam hati Renjun ingin sekali berlari rasanya.

“Renjun!” teriakan itu membuat keduanya menoleh. Terlihat Jeno sedang melambai-lambaikan tangannya kearah mereka dengan seorang lelaki duduk disampingnya.

Renjun dan Yang-Yang lantas melangkahkan kaki menuju dua lelaki yang duduk dipojok kantin.

“Duduklah disini.” Jeno berucap.

Keduanya langsung duduk ditempat yang disediakan. Posis mereka saat ini, Yang-Yang duduk berhadapan dengan Jeno sementara Renjun duduk dengan seseorang yang familiar namun ia tidak mengetahui namanya.

“Ini Mark, ketua osis sekolah kita.” Seolah tau apa yang dipikiran Renjun, Jeno langsung mengenalkan pria disampingnya.

“Hai, salam kenal.” Mark mengulurkan tangannya, menjabat tangan kedua lelaki manis yang berada dihadapannya ini.

“Aku Renjun, dan disamping ku ini Yang-Yang. Salam kenal,” ujar Renjun sambil melirik Yang-Yang yang menatap tajam kearah Mark.

“Hei.” Renjun menyenggol lengan Yang-Yang yang masih menatap tajam Mark. Lelaki itu seketika tersadar dan berkata. “Salam kenal, Mark.”

Mark tersenyum kearah keduanya. Menghiraukan tatapan tajam dan sinis yang Yang-Yang torehkan padanya.

“Kalian tidak makan?” tanyanya memulai percakapan.

“Tidak.” Sebelum Renjun berucap, Yang-Yang lebih dulu menjawab dengan jawaban singkat dan cuek.

“Yang-Yang!” tegur Renjun sedikit berbisik. Yang-Yang memutar kedua bola matanya. Merasa malas dengan keberadaan orang yang duduk berhadapan dengan sahabatnya.

Mark terkekeh, ia peka dengan apa yang sedang terjadi.

Masih dengan wajah ramah, Mark berusaha mencairkan suasana yang agak canggung dimeja kantin ini.

“Apa kalian mengikuti ekskul?” tanyanya dengan senyum ramah.

“Tidak.”

“Aku ikut, ekskul melukis.” Renjun tersenyum, ia berusaha menutupi sifat sahabatnya yang dingin terhadap perkataan Mark.

“Bagus. Apakah kau akan mengikuti lomba melukis, Renjun?”

“Maksudmu?” tanya Yang-Yang tiba-tiba.

“Kalian tidak tau sekolah kita akan mengadakan perlombaan?” tanya Jeno yang dijawab gelengan dari kedua pemuda manis itu.

“Sepertinya wali kelas belum memberi tahu mereka, Jeno,” ujar Mark

“Jadi, karena ujian sekolah sudah selesai maka OSIS akan mengadakan lomba untuk mengisi waktu luang kalian. Lombanya terdiri dari melukis, basket, pidato, sampai futsal.”

“Futsal?” tanya Yang-Yang dengan mata berbinar. Ia sepertinya tertarik dengan topik ini.

Jika membahas olahraga yang berciri khas menendang bola maka Yang-Yang akan maju paling depan.

Karena sang pujaan hati mengikuti kegiatan itu

“Yap, Akan banyak peserta yang mengikuti lomba itu. Dan sepertinya Hwang Hyunjin dan Na Jaemin akan menjadi kapten lagi.”

“Na Jaemin?!” Mendengar perkataan Mark membuat Yang-Yang bersemangat. Pemuda itu tanpa sadar jatuh kedalam rencana yang sudah pria itu susun sedemikian rupa.

“Betul sekali!” ujar Mark.

Mereka berempat saling mengobrol. Topik yang mereka obrolkan bermacam-macam tapi mereka lebih sering membahas Na Jaemin, si bintang futsal.

Tidak sih, hanya Yang-Yang yang berceloteh tentang pemuda yang ia sukai itu. Renjun dan Jeno sudah bosan karena Yang-Yang terus-terusan berucap Na Jaemin, Na Jaemin, dan Na Jaemin.

Tapi Mark masih setia mendengarkan omongan Yang-Yang, bahkan pria itu dengan ramah menanggapi apa yang lelaki kelahiran oktober itu ucapkan.

“Aku tidak menyangka Mark akan sebaik itu,” ujar Yang-Yang ketika memasuki kelas.

Jam istirahat sudah berakhir dan mereka mengobrol sudah lebih dari dua jam.

Para murid sudah terlihat memasuki kelas masing-masing untuk bersiap dengan pelajaran berikutnya.

“Dia memang orang baik, kenapa kau awalnya menatap tajam kearahnya?” tanya Renjun setelah duduk dikursinya.

Yang-Yang menyengir lalu mengusap tengkuknya yang tidak gatal. “Aku pikir dia adalah orang yang jahat, aku merasa agak tidak enak ketika berdekatan dengannya.”

Renjun menggeleng-gelengkan kepalanya. “Jangan menilai orang dari tampangnya, Yang-Yang.”

“Iya, maafkan aku.”

Guru pelajaran berikutnya akhirnya masuk kedalam kelas. Sepanjang guru menjelaskan, tidak ada satu pun pelajaran yang masuk ke otak lelaki kelahiran maret.

Lelaki itu sibuk memikirkan Mark.

Lebih tepatnya, sesuatu yang terjadi dengan Mark


Flashback

“Kenapa tangan mu diperban, Mark?” Renjun menatap kearah lengan Mark yang dibaluti perban yang lumayan panjang.

Mark yang berbicara kepada Yang-Yang lantas menolehkan kepalanya kearah Renjun.

“Ah ini? Kucing peliharaan ku mencakar ku saat aku memandikannya. Lukanya berbekas.” Lelaki kelahiran agustus itu melihat kearah tangannya yang dibalut perban dan beralih pada Renjun yang kini menatapnya.

Ia tersenyum dan berkata. “Kucing ku terkadang memang nakal.”

“Kau memiliki kucing dirumah?” tanya Yang-Yang yang mendengar ucapan Mark.

“Iya, aku memilikinya. Dia kucing yang sangat manis,” ucap Mark tanpa melunturkan senyum diwajahnya. “Tadi kita berbicara sampai mana?”

“AHH! Itu, Kau tau Na Jaemin si kapten futsal kan? Aku dengar dia memiliki rumor bahwa ia memiliki kekasih dari sekolah sebelah. Apa itu benar?”

“Tidak, ia tidak memiliki kekasih. Rumor itu hanya bohongan. Na Jaemin orang yang malas menjalin hubungan,” jawab Mark ramah yang mengaku dekat dengan si kapten futsal disekolah ini.

Yang-Yang, Jeno dan Mark sibuk mengobrol sementara Renjun hanya diam sedari tadi, ia tidak terlalu tertarik dengan topik obrolan mereka yang mereka bicarakan.

Sesekali matanya melirik kearah lengan Mark yang terbalut perban putih. Firasat merasa agak tidak nyaman ketika melihat lengan yang sedikit berurat itu.

Seperti ada sesuatu yang aneh.

• AESTEREID