Bengkel dan Pertemuan

Ban dari kendaraan beroda dua itu terus berputar. Ares, lelaki yang kini tengah menuntun motor kesayangannya berjalan cepat menuju bengkel yang tadi disarankan oleh sahabatnya.

“Anjing capek banget,” gumam Ares yang terus menerus menuntun motornya. Kakinya terus melangkah meski kini sudah terasa agak lemas. Motornya yang sedikit berat membuat genggamannya pada handgrip mulai melemah.

Waktu sudah menunjukan pukul 11.10 dan sejujurnya Ares ragu jika bengkel yang bernama Bengkel Poernomo itu masih buka. Tapi masa bodo, yang penting benda kesayangannya ini bisa diperbaiki secepat mungkin.

“Permisi!” seru Ares ketika melihat seseorang tengah menutup pintu lipat sebuah bengkel.

Seorang pria yang sekiranya berumur 20 tahunan keatas langsung menoleh, ia melihat kearah Ares yang sedikit kelelahan karena menuntun motornya sepanjang jalan tadi.

“Kenapa dek?” ucap pria itu ketika Ares sudah berjarak lumayan dekat dengannya.

“Maaf mas, saya mau benerin motor saya. Tadi sempet mogok dijalan,” jelas Ares. “Mas masih bisa benerin motor saya?” Pria berzodiak Aries itu sangat berharap jika sang montir masih menerima motor yang akan diperbaiki.

Dan sepertinya tuhan mengabulkan doanya.

“Boleh dek, bawa masuk aja motornya.” Sang montir akhirnya mengiyakan permintaan Ares. Lantas lelaki itu membuka lebar pintu lipat yang sempat ia tutup tadi.

“Masukin aja dek motornya,” ucap pemilik bengkel itu.

“Makasih banyak mas.” Lantas Ares tersenyum dan segera menuntun motornya menuju bengkel untuk diperiksa.

Sang montir segera memeriksa motor berwarna hitam legam itu. Berusaha mencari tahu apa penyebab motor itu bisa mogok.

Keningnya yang awalnya mengernyit berangsur memudar.

Dapat! Ia tau penyebab mogoknya motor CBR ini.

“Ini olinya harus diganti dek, sebentar ya dek. Saya cariin oli yang bagus,” jelas pria itu sambil berdiri dan mengambil oli didalam bengkelnya. Sedangkan Ares? Lelaki muda itu hanya diam dan mengiyakan ucapan lelaki yang memperbaiki motornya.

tok tok tok

“Woi bang!” Suara ketukan di pintu bengkel sekaligus seruan seseorang mendadak mengalihkan pandangan keduanya.

Ares menatap kearah lelaki yang kini berdiri didepan pintu bengkel. Sementara Theo, sang pemilik bengkel hanya tersenyum memandangi sosok lelaki yang kini berada didepan bengkelnya.

“Tumben dateng, Sa. Biasanya masih nongkrong di Warta,” ujar Theo sambil menghampiri Mahesa yang masih berdiri didepan pintu bengkel.

Lelaki tinggi bernama Mahesa itu memakai jaket berwarna abu-abu dengan celana selutut yang berwarna senada. Ia memasukan kedua tangannya ke kantung celananya dan berkata.

“Disuruh bang Yudha buat ambil motornya, bang. Katanya udah jadi hari ini,” ujar Mahesa kepada Theo.

“Oke tapi tunggu sebentar ya, tinggal sedikit perbaikan aja,” ucap Theo.

“Tumben banget lo mau disuruh-suruh sama Yudha, biasanya gak mau.”

Sejujurnya Theo sedikit bingung, kenapa teman satu tongkrongan sekaligus adik kelasnya ini mau saja mengikuti perintah temannya Yudha. Biasanya anak ini akan mencari seribu alasan agar ia tidak disuruh-suruh.

“Kalau gue gak dibayar gue juga ogah, bang,” ujar Mahesa yang disambut kekehan dari yang lebih tua.

“Ya udah, sebentar ya. Gua ambil peralatan gua dulu.” Theo lantas melangkahkan kakinya, pergi mengambil peralatannya didalam.

Sementara lelaki berzodiak leo itu berjalan masuk dan mendudukan tubuhnya di kursi yang disediakan.

Kepalanya ia sedikit tolehkan, mengarah kepada Ares yang duduknya agak berjarak dengannya.

Lelaki yang berperawakan agak kecil disampingnya itu terlihat tengah fokus dengan ponsel ditangannya.

Mahesa terus menatap lelaki itu. Menatapnya lamat-lamat hingga Ares menoleh kearahnya karena merasa diperhatikan.

Spontan Mahesa mengalihkan pandangannya. Kini lelaki kelahiran agustus itu berusaha berlagak seperti tidak terjadi apa-apa.

Anjing dia liatin gue, batin Mahesa yang kini hatinya tengah meledak-ledak.

• AESTEREID