Coffee & You

Hari sudah makin larut malam, para pelanggan sudah berhamburan pulang dan menyisakan beberapa karyawan yang sedang beberes untuk hari selanjutnya. Termasuk lelaki manis yang kini sedang membersihkan meja pungunjung.

“Dia kemana saja?” Gumannya sambil mengelap meja. Dhika menghela napas sambil melihat-lihat kearah pintu cafe. Mengapa dia belum datang?

Dhika segera mengecek ponselnya dan yang benar saja, lelaki itu belum membalas chatnya dari pagi. Dibaca saja belum apalagi dibalas.

Lelaki manis itu khawatir, Theo tidak pernah menghilang seperti ini. Kemana saja dia? Kenapa tidak membalas chatnya? Apa dia sangat sibuk?

“Mungkin dia sedang sibuk,” ucapnya dengan nada lirih. Lelaki itu segera membersihkan meja dan menyelesaikan tugasnya yang lain.

Namun setelah bersiap dan bergegas untuk pulang hujan malah turun membasahi bumi.

Ah sialan, Dhika tidak membawa payung atau pun jas hujan.

Melihat rintik air hujan yang turun membuat Dhika teringat Theo. Lelaki itu menyukai hujan.

Theo sering bercerita kepadanya kalau hujan sangat menyenangkan, bau air yang membasahi bumi, dan suasana tentram saat hujan membuat lelaki berzodiak gemini itu begitu menyukai hujan.

Tanpa pikir panjang Dhika langsung berlari menerjang hujan tersebut. Masa bodo ia akan sakit esoknya, ia tidak peduli. Ia hanya ingin cepat-cepat ke rumahnya yang hangat dan berbaring mengistirahat tubuhnya.

Hari ini cukup melelahkan dan membuatnya pusing.

Dhika berlari semakin cepat meski badannya sudah basah kuyup. Namun tiba-tiba sebuah tangan mencengkramnya lengannya dan menarik dirinya untuk berteduh.

“Kenapa lari kayak tadi? Kalau nanti sakit gimana?” Ucap seseorang membuat Dhika menatap kearahnya. Dhika terkejut melihat Theo yang kini berada dihadapanya dengan baju yang sedikit basah.

Lelaki yang seharian membuatnya tidak fokus dengan pekerjaannya.

“Liat hoodie kamu basah, nanti kalau sakit gimana?” ucapnya sambil melepas jaket yang ia pakai.

“Pakai, saya gamau kamu sakit nanti,” ujarnya sambil memberikan jaket abu-abu itu kepada Dhika.

Dhika menerima jaket tersebut dan melepas hoodie-nya. Hujan turun semakin deras, Dhika melirik Theo yang kini hanya memakai baju putih polos yang membungkus tubuhnya.

“Kamu gamau pakai jaketnya aja? Kamu cuma pakai kaos, nanti kamu yang sakit,” ucap Dhika khawatir.

“Engga apa-apa, daripada kamu yang sakit itu malah bikin saya tambah khawatir.” Ucap Theo yang berhasil membuat dada Dhika menghangat. Cowok itu sedang menetralkan degup jantung yang menggila didadanya.

Lelaki didepannya ini sangat mempesona membuat Dhika jatuh kepadanya. Jatuh disaat mereka mulai dekat dan membuat kenangan bersama meski tidak berstatus apa-apa.

Dhika berpikir, sebenarnya selama ini mereka apa? Mereka bukanlah sepasang kekasih yang menjalani hubungan.

Apa Theo tidak merasakan hal yang sama? Apa selama ini lelaki itu hanya bermain dengannya?

Jika itu benar maka Dhika akan hancur dan benar-benar terluka karena ia sudah terjatuh terlalu dalam dengannya.

Semua perhatian dan tingkah Theo selama ini membuat hatinya berguncang. Hal-hal kecil seperti menanyai kabar, datang dan memesan makanan di cafenya, dan bercerita tentang berbagai hal saja sudah membuat hati lelaki manis itu menghangat.

Apalagi saat Theo mengajaknya untuk makan bersama, berjalan-jalan bersama, pergi ke pasar malam atau menonton film bioskop berdua. Ah, lelaki itu berhasil membuat jantungnya berdegup gila-gilaan.

Dhika mengeratkan jaket ditubuhnya, berusaha menetralkan degup jantungnya.

“Dhika,” panggil Theo yang membuat Dhika menoleh. Jantung nya kembali berdetak gila-gilaan, sepertinya akan terjadi sesuatu saat ini.

“Kamu tau kalau saya suka hujan?” Ucapnya sambil menatap gerimis hujan yang masih turun.

“Tau,” jawab Dhika.

“Kamu tau apa saja yang saya suka?”

“Hujan dan kopi, itu hal yang kamu suka 'kan?” Dhika tau segalanya tentang Theo. Dimulai dari keseharian, kesukaan, bahkan hal yang tidak Theo suka pun Dhika tau itu.

“Sepertinya ada yang terlewat.” Perkataan Theo membuat Dhika berpikir keras. Apa yang ia lewatkan?

Theo melirik Dhika yang sedang berpikir lalu tersenyum. Pandangannya masih tertuju pada hujan yang masih belum mulai reda.

“Saya memang suka hujan dan kopi, tapi....” Perkataannya terhenti. Theo menatap Dhika sambil tersenyum kearahnya.

“Saya lebih suka kamu.”

Dhika tidak salah dengar kan?? Tolong katakan kalau dia tidak salah dengar.

Dhika terdiam ia membeku, ia tidak tahu harus merespon apa.

“Saya suka kamu, melebihi semua hal yang berada di dunia ini. Tapi sepertinya saya tidak lagi suka melainkan jatuh. Saya sudah jatuh padamu Dhika.”

Theo menggenggam kedua tangan Dhika dan menatap mata indah si manis.

“Saya ingin kamu jadi milik saya, milik saya seutuhnya. Kamu mau jadi pacar saya?”

Dhika sudah tidak bisa lagi menahan kembang api yang meledak didadanya. Lelaki itu tersenyum dan mengangguk-anggukan kepalanya.

Theo tersenyum lebar. Sekarang lelaki didepannya ini miliknya. Tandai lagi miliknya

Theo segera menarik Dhika kedalam pelukannya, pelukan hangat yang berhasil membuat keduanya tersenyum ditengah hujan yang sedang membasahi bumi, seolah-olah ikut merayakan kebersamaan mereka.

• AESTEREID