Kacau dan Dipta

Jonatan, atau akrab disapa natan kini menatap Tristan dari arah tempat kerjanya. Lelaki itu menyenderkan punggungnya ke kursi sambil menghela napas.

Tristan tampak kacau. Sudah seminggu lebih teman kantornya ini datang terlambat, tidak fokus, dan suka mengeluh. Pipinya bahkan terlihat sedikit tirus karena tidak makan teratur.

Dipta benar-benar bisa mengubah hidup Tristan 180 derajat.

Natan bangkit dari duduknya dan menghampiri Tristan yang sedang berusaha fokus pada pekerjaannya. Lelaki itu menepuk pelan pundak sahabatnya membuat Tristan menoleh.

“Lu kacau, bung,” ujar Natan. Tristan mengacak-acak rambutnya frustasi lalu menopang kepalanya menggunakan kedua tangannya. Tenyata separah ini pengaruh Dipta di hidupnya.

“Lo harus istirahat. Pulang, nanti biar gua yang izin ke Tama,” kata Natan lagi. Kondisi Tristan sudah mengkhawatirkan. Perkataan Natan ada benarnya. Ia harus beristirahat dan menetralkan pikirannya. Sudah seminggu lebih pikirannya kacau, ia bahkan tidak bisa tidur selama beberapa hari.

Tristan menghela napas panjang, lalu mengangguk-anggukan kepalanya. Ia harus pulang dan segera beristirahat. Padatnya pekerjaan dan berakhirnya hubungannya dengan Dipta membuat dirinya seolah kehilangan jati diri.

Ia tidak seperti Tristan biasanya.

Ketika sudah beberes dan meminta izin untuk pulang. Tristan langsung melangkahkan kakinya pergi dari ruangan tersebut.

“Hai Tris.”

Panggilan tersebut membuat Tristan menoleh dan menghentikan langkah kedua kakinya. Tampak seorang wanita berpakaian formal datang menghampirinya.

Wanita itu memakai pakaian khas kantor dengan makeup yang tidak terlalu menor. Rambut cokelatnya dibiarkan terurai. Ditambah lagi senyumnya yang menawan. Wanita itu tampak cantik dan anggun.

“Kamu pulang cepat?” tanyanya sambil melihat penampilan Tristan. Tristan hanya menganggukan kepalanya. Sungguh ia ingin pulang cepat, kepalanya sudah sangat pusing sekarang.

Melihat raut wajah Tristan membuat wanita itu mengerti keadaannya. Wanita itu tersenyum dan berkata “Kayaknya kamu kecapekan, istirahat dirumah ya.”

“Iya, thanks sel,” ujar Tristan sebelum melangkahkan kembali kakinya meninggalkan wanita itu sendirian.

Selina melihat Tristan yang makin menjauh. Senyumnya cantiknya masih belum luntur. Setelah Tristan sudah benar-benar menghilang, wanita itu baru berjalan menuju tempat kerjanya.

Selama berjalan menuju parkiran, orang-orang terus memerhatikan Tristan. Pakaiannya yang acak-acakan, rambutnya yang berantakan, kantong mata yang terlihat membuatnya menjadi perhatian orang-orang. Tidak sedikit yang melihatnya dengan tatapan kasihan. Tapi Tristan tidak peduli, masa bodo soal itu.

Ketika sudah berada dilahan parkiran, lelaki gemini itu langsung masuk dan melajukan mobilnya.

Ditengah kemacetan yang memadati ibu kota, Tristan menyalakan radio mobilnya. Berharap lagu dari radio bisa merubah suasana hatinya.

“Wah cuaca hari ini panas banget ya. Sepanas hati liat dirinya sama yang lain, hahaha. Oke, sekarang kita akan bakal putar lagu yang direquest sama pendengar nih gengs. Duka – last child!”

kau membunuhku dengan kepedihan Ini kau hempaskan aku kedalam retaknya hati ini hingga air mata tak mampu tuk melukiskan perih yang kau ukir dalam hati ini

“Sialan!” umpat Tristan. Lagu ini makin memperburuk suasana hatinya. Mengingat fakta bahwa hubungannya dengan Dipta telah usai membuat Tristan makin murung. Apalagi lagu ini sangat mengutarakan isi hatinya.

Tristan berharap Dipta memberikan satu kesempatan lagi untuknya. Untuk memulai kisah ini dari awal. Mengulang kisah cinta yang sekarang tertunda.

Tapi apa Dipta ingin kembali dengannya?

Tristan menghela napas lalu menyenderkan punggungnya. Membiarkan kursi pengemudi menahan semua beban di tubuhnya. Lelaki itu melihat kearah jendela mobil dan mendadak menegakan badannya.

“Dipta?” gumamnya ketika melihat seorang lelaki tengah dibonceng oleh seseorang. Lelaki itu memakai sweater polos berwarna biru dongker seperti milik Dipta. Apalagi bahu lebar dan rambut hitam legam miliknya membuat ia yakin kalau itu Dipta.

Tristan mengucek kedua matanya, memastikan bahwa apa yang ia lihat itu nyata. Setelah lampu hijau menyala, orang yang memboncemg lelaki yang ber-sweater itu langsung tanjap gas dan pergi.

Tristan terdiam beberapa menit. Masih memikirkan apa yang ia lihat tadi.

Apa itu Dipta? Apa benar-benat dia? Jika benar, tadi dia bersama siapa?

Suara kalson mobil menyadarkannya. Tristan buru-buru menginjak pedal gas dan melajukan mobilnya.

Di sepanjang perjalanan. Pikirannya berkelana masih memikirkan lelaki yang menyita perhatiannya. Sepertinya ia harus istirahat hari ini. Ia sudah mulai berhalusinasi

• AESTEREID