Memulai kisah ini lagi
Dipta memandang keramaian orang-orang ditengah indahnya malam ini. Bintang-bintang bersinar terang dan bulan tidak malu-malu untuk memancarkan sinarnya.
Sekarang ia berada dipasar malam yang ramai sekali pengunjungnya. Entah mengapa Joshua menutup klinik lebih cepat dan langsung menariknya pergi ke tempat ini. Tumben sekali.
Namun tidak apa, kegiatan yang ia lakukan disini berhasil menghilangkan kepenatan hari ini. Hari ini pasien klinik ramai sekali membuatnya harus bekerja ekstra.
“Eh Dip, lo mau ini ga?” ujar Joshua sambil menunjuk corndog dihadapannya. Dipta menggeleng, ia sudah kenyang dengan hanya meminum es teh tadi.
“Oke, Mas corndognya satu ya,” ujar Joshua kepada sang penjual.
Dipta berdiri disamping Joshua sambil sesekali meminum es teh ditangannya. Dipta memasukan satu tangannya yang lain kedalam kantong jaketnya.
Pria manis itu sekarang mengenakan jaket kulit dengan kaos hitam sebagai dalaman.
Ia menatap keatas langit karena malam kali ini terlihat indah. Bulan yang bersinar terang mengingatkannya kepada Tristan. Ah, bagaimana kabar lelaki itu sekarang? Apa ia juga merindukannya?
Ting!
Suara notif dari ponselnya membuat lelaki kelahiran febuari itu langsung merogoh ponselnya. Setelah menerima corndog dan membayarnya. Joshua melihat pesan yang dikirimkan sembari memakan corndongnya
Tristan Semua udah beres, tolong ajak Dipta kedepan panggung. Cepat! Soalnya udah mulai ramai panggung sekarang
Joshua tersedak. Dipta melihat temannya yang terbatuk-batuk segera menyodorkan segelas es teh ditangannya.
“Josh? Lu kenapa?!” Joshua berhenti terbatuk. Alih-alih menerima es teh Dipta. Cowok itu malah segera menaruh ponsel di sakunya dan menarik tangan Dipta.
“Acara panggungnya bentar lagi mau mulai. Ayo!” Ucapnya lalu berjalan cepat menuju panggung. Dipta sedikit terjungkal, dan lantas mengikuti arah kaki sahabatnya.
Tristan melihat area panggung yang mulai ramai. Orang-orang sepertinya tertarik dengan aksinya bersama kawannya. Mereka kini tengah menyiapkan drum dan gitar serta mengecek sound dari alat musik tersebut.
Tristan tampak gugup dan sedikit khawatir. Ia belum melihat Dipta sekarang. Oke ia harus tenang, ia harus percaya kepada Joshua.
“Tris.” Panggilan tersebut membuat Tristan menoleh. Terlihat Jonatan sudah bersiap dengan drumnya dan Tama serta Jef dengan gitar elektriknya.
Tristan berjalan kearah mic. Masih mencari-cari keadaan Dipta namun nihil. Pemuda itu belum terlihat juga.
Tristan menghela napas. Semoga Dipta mendengarkan lagu yang ingin ia sampaikan.
“Selamat malam semuanya. Bagaimana kabarnya? Semoga hari ini menyenangkan.”
“Hari ini saya akan menyanyikan sebuah lagu yang dikhususkan untuk seseorang.”
“Dipta, saya tidak tau kamu mendengar saya atau tidak tapi kamu harus tau, kalau saya sangat mencintai kamu.”
Joshua dan Dipta akhirnya tiba. Mereka berada dibarisan paling belakang kerumunan. Dipta membeku, ia sempat mendengar ucapan orang yang sekarang berada dipanggung. Orang yang sangat ia cintai, orang yang ia sukai, orang yang selalu melukiskan kenangan dihidupnya.
“Saya suka kamu dariawal kita bertemu. Dari tatapan kamu, senyuman kamu, perhatian yang kamu berikan. Hingga akhirnya saya yakin bahwa perasaan ini bukan suka, melainkan cinta.”
“Saya sudah terjatuh terlalu dalam Dipta, saya sudah terjatuh kedalam dirimu.”
Tristan menghela napas sebentar, sebelum melanjutkan lagi perkataannya.
“Lagu ini, lagu yang saya bawa malam ini. Adalah perasaan saya ketika saya kehilangan dirimu.”
Tristan menoleh kearah teman-temannya. Memberikan isyarat untuk memulai alunan musik malam ini.
Jonatan lantas memukul drumnya, dan alunan musik pun mulai terdengar. Tristan pun mulai bernyanyi dan menggenggam micnya kuat-kuat.
kau membunuhku dengan kepedihan ini
kau hempaskanku kedalam retaknya hati
hingga air mata tak mampu tuk melukiskan perih
yang kau ukir dalam hati ini
kau hancurkan diriku saat engkau pergi
setelah kau patahkan sayap ini
hingga ku takkan bisa tuk terbang tinggi lagi
dan mencari bintang yang dapat menggantikan mu
sampai kini masih kucoba tuk terjaga dari mimpiku
yang buatku tak sadar bahwa kau bukan lagi milikku
walau hati tak akan pernah Dapat melupakan dirimu
dan tiap tetes air mata yang jatuh kuatkan rinduku
pada indah bayangmu, canda tawamu
pada indahnya duka dalam kenangan kita
sampai kini masih kucoba tuk terjaga dari mimpiku
yang buatku tak sadar bahwa kau bukan lagi milikku
walau hati tak akan pernah dapat melupakan dirimu
dan tiap tetes air mata yang jatuh kuatkan rinduku
pada indah bayangmu, canda tawamu
pada indahnya duka dalam kenangan kita
Suara tepukan tangan menggema. Orang-orang begitu menyukai alunan lagu yang dibawakan Tristan. Mereka semua bersorak riang.
Tristan tersenyum sembari mengatur napasnya. Matanya tak sengaja melihat Dipta yang berdiri dibelakang kerumunan. Pemuda manis itu terdiam dan tersenyum kearahnya. Tristan lantas mengucapkan terimakasih dan turun dari panggung. Berusaha mencari orang yang berada dipikirannya selama ini.
Tristan mencari-cari keberadaan Dipta, hingga akhirnya ia menemukan pemuda manis itu tengah berdiri di hamparan rumput sambil menengadahkan kepalanya. Melihat langit malam yang begitu memanjakan mata.
Tristan menarik napas, dan berjalan pelan kearah Dipta. Berdiri disampingnya dan ikut menengadahkan kepalanya.
“Langitnya indah ya,” ucap Dipta didalam keheningan. Tristan menoleh kearah Dipta yang masih menatap langit. Laki-laki itu menggenggam lembut kedua tangan Dipta yang membuat Dipta menoleh kearahnya.
“Dipta,” ujarnya lembut. “Maaf, harusnya aku lebih jaga kamu. Harusnya aku bisa jagain kamu dengan baik. Maaf aku teledor.”
Dipta terdiam. Tristan sudah tau masalahnya dengan Selina?
“Aku udah tau semuanya. Harusnya aku bisa lebih jaga kamu. Maaf kamu harus kesiksa karena bareng sama aku.”
Lidahnya kelu, Dipta hanya bisa diam dengan matanya yang mulai berkaca-kaca.
Tristan mengusap lembut mata Dipta, membuat air mata yang tertahan akhirnya terjatuh.
“Maaf, jangan nangis. Aku ga suka liat kamu sedih.” Dipta tidak bisa lagi menahan perasaannya. Pundaknya menurun air matanya meluruh.
Tristan segera menyenderkan kepala Dipta kedadanya dan memeluk tubuh itu kedalam hangatnya pelukan.
“Maaf Dipta, maaf,” ujarnya sambil mengusap kepala Dipta pelan. Tristan mengeratkan pelukannya. Seolah-olah takut jika Dipta pergi lagi darinya.
Setelah Dipta merasa sedikit tenang. Tristan melepaskan pelukannya perlahan dan menatap Dipta dengan wajahnya yang sembab.
“Maaf pernah teledor jagain kamu. Aku ga becus jadi pasangan.”
“Dipta, kamu mau mulai dari awal lagi? Mulai kisah kita dari awal. Aku janji akan bikin kamu bahagia.”
Dipta menatap Tristan, ia bisa melihat ketulusan dari mata lelaki itu. Dipta lantas mengangguk-anggukan kepalanya.
“Ya! Aku mau!”
Keduanya tidak bisa lagi menahan senyum. Mereka saling berpelukan dibawah indahnya malam yang menjadi saksi bisu kembalinya pasangan muda itu.
Mereka berjanji untuk saling menjagai, saling mencintai dan saling membahagiakan.
Karena bagaimana pun cinta tau kemana harus pulang dan kembali ke rumahnya.
Ayo ukir lagi kisah kita yang sempat tertunda dan menjadikan diri kita sebagai rumah. Karena kamu adalah rumahku. Sejauh apapun hati ini melangkah pergi pada akhirnya akan kembali juga padamu
• AESTEREID