Take me back to the night we met
“Kau ingin pulang sekarang?” tanya seorang pria berkulit tan ketika melihat temannya sedang memberes-bereskan meja kantornya.
Lelaki yang ditanya lantas menoleh dan menganggukan kepalanya. Terlihat wajah pria itu tampak lelah, kantung matanya mulai terlihat, rambutnya sudah acak, dan pakaian kantornya yang tidak serapi saat pagi.
Donghyuck memperhatikan Mark yang sedang bersiap-siap untuk pulang. Pria kelahiran agustus itu tidak tampak seperti biasa. Badannya yang lesu, wajah yang kusam, serta hilangnya hawa riang membuat pria bermarga Lee itu tampak tidak memiliki gairah untuk hidup.
Donghyuck menghela napas, ia merasa ada yang tidak beres dengan sahabatnya. Ia mengerti sekali tabiat pria itu, mereka sudah berteman semenjak masa putih abu-abu.
Mereka sudah seperti memiliki ikatan batin. Mereka tumbuh bersama dan melangkahkan kaki beriringan meski kadang ada kalanya mereka terjatuh, namun mereka tetap berusaha untuk bangkit bersama.
Donghyuck terdiam, kini ia memperhatikan Mark yang memakai jaket parasut dari arah tempat duduknya. Bibirnya akhirnya bergerak, mengatakan ucapan yang berhasil membuat pria berzodiak leo itu menghentikan kegiatannya.
“Kau memikirkannya?” Mark terdiam. Ucapan sahabatnya seolah membius segala pegerakannya. Membuat tubuhnya membeku dan mati rasa sejenak. Mark menghela napas lalu melanjutkan lagi kegiatannya membereskan barang-barang.
Donghyuck menarik napas. Dugaannya tepat. Pria ini masih memikirkan sang pujaan hati.
“Aku yakin kau masih menyayanginya, Mark. Kembali lah padanya, aku yakin sekali pasti perasaannya tidak berubah,” ujar Donghyuck meyakinkan. Ia yakin, benar-benar yakin jika kedua insan ini masih saling mencintai. Ia tidak pernah melihat Mark berpaling dari seseorang yang selama ini ia cintai.
Meski semenjak kejadian yang berhasil meluruh lantahkan seluruh hidupnya.
“Bagaimana bisa ia kembali jika ia sudah memiliki seseorang dihidupnya?” Donghyuck terdiam. Ia adalah saksi kisah dua insan yang saling mencintai satu sama lain, meski kisah ini berakhir dengan sedih.
“Aku duluan, Hyuck,” pamit Mark sebelum melangkahkan kakinya pergi dari ruangan tempatnya berkerja. Donghyuck lagi-lagi menghela napasnya.
Sepertinya akan ada yang bernostalgia hari ini.
Mark mengedarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Ia tidak ingin terlalu cepat pulang dan melewatkan pemandangan indah dari malam yang tampaknya ingin membuatnya mengingat kenangan manis yang sempat membuatnya bahagia.
Si leo itu sesekali menatap kearah jendela mobil. Melihat betapa indahnya bangunan-bangunan yang berdiri megah dan memancarkan sinar terangnya.
Pria itu mengeratkan cengkramannya pada stir mobil. Rahang lelaki itu mengeras. Pikirannya melayang entah kemana.
Mendadak Mark menekan pedal gas dan berbelok kearah jalan yang bukan menuju rumahnya.
Jalan yang mengarah, ke tempat dimana pertama kali kisah cintanya bermula.
Ban mobil itu terus berputar. Berjalan kearah tempat tujuan dimana sang empu ingin bernostalgia.
Mengingat momen dimana hatinya mulai bermekaran. Menciptakan rasa seperti kupu-kupu berterbangan bebas diperut.
Mobil itu berjalan dijalanan yang sepi kendaraan dan berhenti tepat didekat sebuah halthe bus yang sepi dan sedikit gelap. Tidak ada orang di halthe bus itu.
Meski terlihat sudah tua namun tempat pemberhentian bus itu masih terawat dengan baik.
Mark membuka pintu mobilnya dan keluar dari kendaraan beroda empat miliknya. Dirinya membiarkan kakinya berjalan pelan ke tempat dimana bus biasa berhenti untuk mengangkut penumpangnya.
Ia berdiri dihadapan kursi yang tersedia dihalthe itu. Kemudian mengulurkan tangannya, mengusap bangku yang pernah menjadi saksi bisu kisah mereka dimulai.
Dengan perlahan Mark mendudukan dirinya diatas kursi tersebut lalu menyenderkan kepalanya didinding halthe. Pria itu menghela napas pelan lalu memejamkan matanya. Merasakan euphoria yang masih melekat kuat ditempat itu.
Tempat pertama kali ia bertemu pujaan hatinya. Tempat awal pertama kali kisahnya bermula. Dan tempat, yang menjadi saksi bisu berakhirnya kisah cinta mereka.
“Aku merindukanmu.” Mark membuka matanya perlahan. Menahan air mata yang mungkin bisa jatuh kapan saja. Pria itu mencengkram erat pinggran kursi. Melampiaskan rasa rindu yang selama ini ia pendam satu tahun belakangan ini.
“Aku masih mengingat tempat ini. Apa kau juga masih ingat, Renjun?” tanya Mark seolah-olah akan ada yang menjawab pertanyaan rindunya.
“Aku merindukanmu. Aku harap kau bisa kembali bersama ku.” Mark menghela napasnya. Ia berusaha mengeluarkan isi kesedihan hatinya, membuatnya merasa lega meski sekarang terasa seperti ada sebuah pisau yang menyayat hatinya.
“Aku mencintaimu, Renjun. Selalu mencintaimu,” ucapnya yang hanya dibalas oleh sunyinya malam.
Kedua insan yang itu masih saling mencintai meski dunia tak merestui. Mereka sudah berusaha melawan namun sepertinya dunia terlalu bercanda untuk mereka yang serius.
Dan pada akhirnya mereka saling mencari kebahagiaan, meski harus melepas genggaman satu sama lain.
Flashback
“Kenapa kau sendirian disini?” Tanya Mark yang membuat seorang pemuda mungil menoleh kearahnya. Pemuda itu tampak sedikit terkejut dengan kehadiran pria bermarga Lee itu. Bagaimana tidak? Pria ini tiba-tiba muncul dimalam yang sepi ini.
“Ah, aku? Aku sedang menunggu bus lewat,” jawab Renjun disertai dengan senyuman.
“Pulanglah dengan ku. Aku akan mengantarmu sampai rumah. Bus terakhir akan lama datang.” Mark menawarkan pemuda mungil itu untuk pulang bersamanya. Hari sudah larut dan jalanan sekarang sepi, apa pemuda manis ini tidak takut akan sesuatu buruk yang mungkin terjadi?
“Tidak, tidak perlu. Kau bisa pulang duluan. Aku akan menunggu bus datang.”
“Tidak apa-apa pulanglah bersama ku. Kau Huang Renjun dari fakultas psikolog 'kan? Besok kau akan ada kelas pagi. Jika kau menunggu bus terakhir kau akan terlambat!” Bukannya menanggapi serius omongan Mark, pemuda bermarga Huang itu malah terkekeh kecil saat mendengar perkataan Mark yang panjang seperti rel kereta.
“Hahaha, kau ternyata cerewet.” Mark diam, ia terpana ketika melihat tawa Renjun. Tawanya tampak manis dan tanpa sadar Mark ikut tersenyum melihatnya.
“Baiklah, aku akan pulang bersama mu. Oh ya, nama mu siapa? Aku belum berkenalan dengan mu,” tanya Renjun.
“Minhyung. Lee Minhyung. Atau kau bisa menanggil ku Mark,” jawab Mark tanpa melunturkan senyum diwajahnya.
“Baiklah, Mark.” Renjun turun dari kursi yang ia duduki dan berjalan kearah mobil hitam milik Mark. Mark membukakan pintu kursi penumpang untuk Renjun. Renjun masuk kedalam mobil itu dan disusul oleh Mark.
Mobil itu menyala dan berjalan. Meninggalkan pemberhentian bus yang menjadi saksi bisu awal kisah mereka bermula.
• AESTEREID