The night we meet
tw// mention of blood and murder saya sarankan yang tidak kuat dengan darah untuk meng-skip part ini
“Kau tidak apa ku tinggal sendiri?” Harvian menatap sahabatnya yang masih berkutat dengan komputer didepannya.
Kantor tempatnya berkerja sudah sepi dan hanya tersisa mereka berdua. Harvian berniat untuk menunggu Raska menyelesaikan perkerjaannya tetapi lelaki manis itu menolaknya.
“Tidak apa Vian, kau bisa pulang lebih dulu.”
“Baiklah kalau begitu, berhati-hatilah ketika pulang. Jangan melewati jalanan sepi, jika terjadi sesuatu segeralah menelpon ku.” Harvian sedikit khawatir karena waktu sudah larut malam dan banyak terjadi kejahatan pada jam larut seperti ini. Ia berdoa semoga sahabatnya ini baik-baik saja dan selamat sampai rumah.
“Iya Vian, aku akan mengabari mu jika sudah sampai rumah. Pulanglah, sampai jumpa Vian.”
“Sampai jumpa, Raska.” Harvian melangkahkan kakinya keluar dari gedung itu. Suasana yang semula sedikit hangat mendadak menjadi dingin dan sunyi. Bulu kuduk Raska sedikit merinding dan membuat pria manis itu segera cepat-cepat menyelesaikan pekerjaannya.
Ayo Raska, sedikit lagi
Raska berusaha menyemangati dirinya. Ia harus cepat-cepat menyelesaikan pekerjaan yang menumpuk ini dan segera pulang. Malam sudah makin larut.
Ia terus fokus dan teliti agar tidak ada pekerjaan yang terlewat. Tangannya terus mengetik keyboard dengan cepat dan mengecek dokumen di mejanya sesekali. Memastikan jika tidak ada yang salah dengan pekerjaannya.
“Ya tuhan.” Raska mengusap keningnya yang berkeringat. Sudah dua jam terlewati dan akhirnya pekerjaannya sudah selesai.
Lelaki itu melihat jam tangan di lengannya. Sekarang waktu sudah menunjukan pukul 1 dini hari.
Dengan cepat Raska membereskan meja kantornya. Beberes dan bersiap-siap untuk pulang. Setelah merasa semuanya sudah selesai, pria mungil itu langsung memakai hoodie abu-abu miliknya dan menutup pintu sebelum beranjak pergi keluar dari gedung perkantoran tersebut.
Angin dingin seolah-olah menusuk tubuh pria mungil yang sedang berjalan sendirian di tengah malamnya ini.
Raska melajukan kecepatan jalannya sembari sesekali mengusap tubuhnya. Angin malam benar-benar membuatnya menggigil kedinginan. Ia ingin cepat-cepat pulang ke rumahnya untuk menghangatkan diri sembari meminum coklat hangat.
“Tolong.”
Suara lirih itu berhasil membuat Raska berhenti. Lelaki itu menengok kesana-kemari memastikan bahwa indra pendengarannya tidak salah.
Sepertinya ia mendengar suara orang meminta tolong.
“Tolong aku! Siapa pun ku mohon!”
Suara itu makin mengeras dan Raska meyakini bahwa telinganya tidak salah dengar.
Dengan segera pria manis itu pergi menuju sumber suara. Hingga akhirnya suara minta tolong itu membawanya menuju gang gelap nan sepi yang menakutkan.
Raska membulatkan matanya. Ia melihat seorang pria tua tengah dikukung oleh pria berkulit pucat. Pria tua itu tampak melawan ketika badannya mulai tidak bisa bergerak akibat badannya di kukung.
Punggung pria itu sudah mengenai dinding hingga pria tua malang itu tidak bisa kabur lagi.
“Hei kau! Tolong aku ku mohon!”
Pria itu menatap Raska dari kejauhan dengan tatapan penuh harapan. Berharap jika pemuda baik itu segera menolongnya.
Raska berlari cepat, ia harus segera menolong pria tua malang itu.
“Aku sudah haus kau tau? Kau tak bisa berlari lagi.” Pria berkulit pucat tersebut tersenyum menyeramkan membuat sang pria tua makin panik dan memberontak. Senyuman itu memperlihatkan gigi taring tajam, mengintimidasi seolah-olah akan mengigit leher pria itu.
“TIDAK!”
Teriak Raska ketika pria berkulit pucat tadi mengigit brutal leher sang pria tua. Mengoyakannya tanpa ampun hingga darrah bercucuran keluar dari saluran darah pria tua itu.
Mengoyak, mengigit, dan menjilati leher dengan brutal, hingga akhirnya menghisap darah sampai wajah lelaki tua itu memucat.
Tubuh pria tua itu jatuh dengan na'as dan sudah dipastikan bahwa nyawa sang pria tua sudah melayang.
Tubuh Renan membeku. Ia tidak bisa bergerak sedikit pun. Kejadian yang ia lihat didepan mata kepalanya sendiri, oh tuhan ia harap ini hanya mimpi buruk. Ayo tolonglah bangun!
Napasnya tertahan. Melihat darah yang berceceran sungguh membuatnya mual. Orang tadi, orang yang berteriak meminta tolong kepadanya tewas mengenaskan ditempat dengan luka koyakan dibagian leher dan bahu. Ia tidak bisa bergerak bahkan ketika orang berkulit pucat dan bermata jingga yang sudah berlumuran darah diarea wajah mendekat kearahnya.
Ini tidak mungkin kan? IA TIDAK SALAH LIAT KAN?
Orang itu, orang yang berkulit pucat dan bergigi tajam itu baru saja mengoyakan leher korbannya dengan brutal. Menghisap darah sang korban seolah olah tidak minum selama satu tahun.
“JANGAN MENDEKAT!!” teriaknya lantang namun tak didengar oleh pria berbadan besar yang kini menghampirinya. Raska terus bergerak mundur hingga punggungnya menyentuh dinding. Sudah tidak ada lagi jalan untuk berlari.
Napasnya tertahan. Sedikit lagi, sedikit lagi pria itu akan menerkamnya. Tinggal berjarak beberapa langkah lagi dan ia akan menjadi santapan selanjutnya.
Raska bersiap-siap melindungi dirinya. Saat sudah siap merasakan sakit ditubuhnya tiba-tiba suara hantaman terdengar.
Raska membuka matanya, ia tidak merasakan sakit sama sekali ditubuhnya.
Raska melihat ke depan. Sekarang dihadapannya terdapat pria berpunggung tegap nan kokoh berdiri didepannya.
“Marvin?” gumamnya ketika mengenali punggung tegap itu.
“Sialan,” umpat vampir berkulit pucat. Mata jingga Vampir itu menatap tajam Marvin didepannya, karena pria sialan ini ia tidak jadi menyantap santapan malamnya.
“Kenapa? Kau tak jadi menyantap makan malam mu?” ucap Marvin membalas tatapan tajam sang Vampir. Warna mata Marvin sangat berbeda dengan mata Vampir itu. Jika Vampir berkulit pucat memiliki mata berwarna jingga, Marvin memiliki mata berwarna merah darah. Jauh lebih mengerikan dibanding Vampir berkulit pucat.
Vampir itu mengepalkan tangannya, lalu tersenyum mengerikan sambil menatap Marvin dihadapannya.
“Kau yang akan menjadi santapan ku!”
Pria itu langsung berlari cepat dan beranjak menerkam Marvin, Marvin dengan cepat menghindar dan balas menyerang vampir itu.
Raska yang shock menyenderkan tubuhnya didinding. Kakinya melemas melihat pertarungan sengit keduanya. Tubuhnya membeku dan terasa tidak bisa bergerak.
“Kau tau, lebih baik kita langsung ke intinya.” Marvin tersenyum dan dengan cepat berlari kearah belakang pria itu dan dengan segera meraih kepala mengunci pergerakan kepalanya.
Sang vampir tampak kesulitan bernapas. Ia berusaha memukul-mukul Marvin agar melepas kuncian nya.
Kuncian itu semakin menguar. Sang vampir kesulitan bernapas dan mulai terasa lemas.
Disaat seperti ini Marvin mencengkram kepala sang vampir dan memutarnya 270 derajat hingga kepala vampir yang awalnya menghadap ke depan mulai berputar kearah belakang dan menghadap ke kanan.
Marvin lantas membengkokkan leher Sang Vampir dan mencengkram kuat rambutnya. Dengan sikunya, pria kelahiran agustus itu mendorong kebawah leher sang vampir hingga akhirnya.
KRAKKK
Kepala sang vampir terputus dari tubuhnya. Tubuh tanpa kepala itu kemudian terjatuh membuat orang akan ketakutan setengah mati jika melihatnya.
Marvin memenggal kepala Vampir itu dengan tangan kosong, dan memenggalnya tepat dihadapan pria mungil yang kini tubuhnya merosot kebawah.
Tubuh Raska bergetar apalagi saat melihat kepala Bampir tadi kini berada ditangan Marvin. Kepala itu bergelantung ditangan berotot itu karena Marvin mencengkram kuat rambutnya.
“Kau tidak apa?” Tanya Marvin ketika melihat tubuh bergetar Raska. Raska menatap Marvin ketakutan. Terlebih lagi ketika mata merah darah Marvin menatapnya.
Tubuhnya segera ia jauhkan dari lelaki itu ketika ia berusaha mendekatinya.
“Tidak apa, vampir itu sudah ku bunuh.”
“Jangan mendekat!” Dengan nada bergetar Raska berusaha bangkit dan berlari cepat menjauhi area itu. Raska bersumpah jika hari ini adalah hari paling sial yang pernah ia alami. Ia berlari cepat kearah rumahnya, ia segera ingin menenangkan diri dari kejadian mengerikan ini.
Setelah kejadian mengerikan ini, ia bersumpah akan menarik semua perkataannya tentang makhluk penghisap darah itu.
Marvin menatap kepergian Raska yang tergesa-gesa. Ia mengerti sekali pasti pemuda itu shock melihat ia memenggal kepala seorang vampir dengan tangan kosong. Tapi ia harus bagaimana lagi? Ini adalah satu-satunya cara untuk membunuh vampir. Ia tidak mungkin membakar vampir ditempat seperti ini kan?
Marvin menghela napas dan melepas cengkraman rambut kepala itu membuat kepala Sang Vampir tadi jatuh dan menggelinding. Lelaki berzodiak leo itu mengambil ponsel di sakunya dan menelpon seseorang.
“Juan, tolong aku membereskan kekacauan ditempat ini.”
• AESTEREID