toilet di jam pelajaran

Disunyinya ruangan toilet pria lantai dua, Ares terlihat keluar dari salah satu bilik ruangan yang berada di ruangan itu. Si Aries membenarkan seragamnya yang agak berantakan, setelah itu lelaki itu berjalan menuju wastafel untuk mencuci kedua tangannya.

Ruang toilet sepi karena jam pelajaran sedang berlangsung. Membuat Ares dapat menggunakan kesempatan ini untuk berlama-lama didalam karena sejujurnya Ares malas untuk mengikuti pelajaran sejarah minat yang kini tengah berlangsung.

Lelaki Maret itu terlihat beberapa kali mencuci wajahnya. Air segar yang mengalir dari dalam keran memberikan sensasi dingin menyegarkan yang membuat wajah rupawan itu terlihat lebih bersih dan bugar.

Sedari tadi didalam kelas, kalau boleh jujur Ares merasa ia berada didalam kuali panas. Disana sangat gerah, tidak ada angin yang berhembus, dan terasa pengap. Apalagi ia habis mengikuti pelajaran olahraga. Kau bisa membayangkan betapa tidak menyenangkannya berada diruang kelas itu.

Lama-lama gue bekep juga lo.

Make bibir.

Ares memberhentikan kegiatan tangannya secara mendadak. Lelaki itu terdiam. Perkataan Mahesa di aplikasi chatting online kembali melintas di benaknya.

Si Aries membiarkan air yang mengalir dari dalam kran membasahi tangannya. Ares melamun memikirkan kalimat yang berhasil mengganggunya sedari tadi.

Lelaki itu tidak tahu perkataan Mahesa termasuk kedalam konteks bercanda atau tidak. Namun masalahnya adalah Ares mulai membayangkan sesuatu sekarang.

“Bangsat!” umpat Ares dengan sedikit keras. Si Maret berusaha kembali sadar dan kembali mencuci wajahnya. Tapi kali ini ia mengusap wajah tampan miliknya sedikit kasar. Berharap bahwa pikiran tersebut hilang dan lenyap begitu saja

Sialan! Kenapa kepikiran dia terus? Batinnya memberontak. Ares terus terbayang akan ranum merah milik si lelaki berzodiak Leo. Tak bisa ia pungkiri bahwa bibir Mahesa memang terlihat seksi dan menggoda. Apalagi ketika lelaki itu selesai berlatih futsal.

Rambutnya yang acak-acakan, badannya yang berkeringat meski telah berganti pakaian, suaranya yang jadi agak memberat karena kelelahan. Ah, Ares merasa aneh ketika melihat Mahesa seperti. Rasanya Ares bisa berdebar dan mendadak salah tingkah jika terus-terusan melihat Mahesa seperti itu.

“Anjing! Jangan mikirin dia terus, goblok.” Ares memijit pelan dahinya sembari memejamkan mata. Sejujurnya ia takut pikirannya melayang kemana-mana.

“Emangnya lagi mikirin siapa?”

Ares tersentak. Lelaki itu menoleh dan menemukan sesosok yang terus berputar di otaknya tengah berdiri di hadapannya.

“Enggak,” ucap Ares dengan muka sedatar mungkin. Si yang lebih muda berusaha untuk mengatur ekspresi wajahnya. Ia berusaha terlihat biasa saja.

Bisa mampus Ares kalau Mahesa tau apa yang sebenarnya terjadi.

Si Leo mengerutkan dahinya ketika Ares mematikan kran dan berjalan cepat menuju pintu keluar. Ares terlihat sedikit aneh dan tidak seperti biasanya.

“Sebentar!” Langkah kaki Ares berhenti. Pemuda itu menoleh kearah Mahesa ketika pria itu berseru kearahnya. Lelaki itu terlihat berjalan mendekat. Ketika sudah berada dihadapan Ares, tanpa aba-aba Mahesa langsung merapihkan rambut hitam milik sang adik kelas.

Sialan, jantung Ares berdegup cepat sekarang.

“Soal yang tadi pagi, gue gak marah, cil. Gapapa lo berangkat sendiri tapi nanti abis pulang sekolah tetep keluar bareng gue ya? Lo tetep bisa pulang sendiri kalau lo mau.” Mahesa tersenyum setelah melihat tataannya pada rambut si Aries. Ia terkekeh kecil lalu mengusap-usap rambut Ares dengan pelan. Memberikan sentuhan yang membuat si Mares merasa nyaman dan aman.

Ares menahan napasnya ketika Mahesa mulai menepuk-nepuk kepalanya dengan pelan. Lelaki itu memilih untuk diam dan menikmati sentuhan yang Mahesa berikan.

“Belajar yang bener, jangan males-malesan apalagi tidur dikelas,” ucap Mahesa sambil tersenyum membuat Ares yang melihatnya harus mengontrol dirinya mati-matian.

Ia merasa aneh, entahlah Ares bingung bagaimana cara ia mendeskripsikan apa yang ia rasa saat ini. Namun bagaimanapun ia tetap harus berusaha mengontrol raut wajahnya. Ares tidak ingin diejek oleh Mahesa karena ia ketahuan salah tingkah.

“Iya, lo juga,” ucap Ares yang kemudian berjalan pergi dari toilet itu. Meninggalkan Mahesa yang sendirian menatap kepergiannya.


Ares berjalan dengan cepat meninggalkan toilet itu. Langkah kakinya tiba-tiba berhenti. Ia menghela napasnya ketika ia sudah berjarak agak jauh dari toilet. Lelaki itu menolehkan kepalanya, melihat kearah toilet yang tadi ia tempati bersama Mahesa.

Ares kembali menghela napas, tangannya terkepal kuat. Ia mengusap wajahnya yang mulai memerah dengan kasar. Hatinya terasa gonjang-ganjing ketika Mahesa mengusap kepalanya.

Tak hanya itu, Ares juga mendadak terasa panas ketika tak sengaja memperhatikan bibir Mahesa yang bergerak ketika berbicara. Pikiran yang tadinya berangsur hilang mendadak kembali muncul. Membuat Ares rasanya ingin berteriak dan mengumpat dengan hal apa yang ia rasa.

“Bangsat!” gumam Ares dengan jantung yang terus berdebar.

• AESTEREID