Untuk pertama kalinya bertemu dengan dia yang tidak ia percaya
Suara air yang mengalir dari kran memecah keheningan toilet kantor yang sepi dan sunyi. Seorang pemuda manis terlihat membasuh wajahnya dengan air dingin menyegarkan itu. Mengusap wajahnya berkali-kali membuat wajah dan poninya basah.
Raska menghela napas sambil memandangi wajahnya yang basah kuyup akibat air tadi. Sensasi menyegarkan ia rasa disekitar area wajahnya. Pemuda itu lantas mengambil tisu dan mengeringkan wajahnya.
“Kau tampak lelah.” Renjun terkejut dan langsung menoleh kearah belakang. Matanya melotot kaget ketika melihat pria tegap berdiri di belakanganya.
Bagaimana ia bisa ke sini? Bagaimana caranya ia masuk kedalam gedung ini? Mengapa ia tidak memakai pakaian kantor? Apa ia bukan penggawai di gedung ini? Bagaimana pria ini bisa masuk secara tiba-tiba?
Semua pertanyaan muncul menjadi satu, meninggalkan tanda tanya besar di pikiran Raska. Lamunannya buyar ketika pria berbadan tegap itu melangkah mendekatinya.
“Siapa kau!” ujar Raska berani. Ia tidak ingin terlihat penakut didepan pria entah siapa itu. Padahal jauh didalam dirinya, hatinya menjerit ketakutan karena aura yang terpancar dari pria misterius ini.
“Sepertinya aku harus mengapresiasi keberanian mu itu.” Pria itu tersenyum miring. Ia tau jika Raska sedang menahan takutnya dengan wajah galak seperti itu. Sepertinya ia harus memberikan piala aktor terbaik. Atau lebih tepatnya, aktor yang berakting dengan baik.
“Apa kau tidak mengenal ku? Wah, kau jahat sekali. Apa aku harus mengenalkan diriku agar kau ingat siapa aku?” Raska mengepalkan kedua tangannya. “Tidak usah berbasa-basi!”
Pria itu terkekeh lalu menatap Raska yang sudah memberikan tatapan tajam kepadanya. “Aku Marvin, kau tidak ingat?”
Marvin? Siapa?
Raska terdiam sebentar. Mencerna perkataan Marvin barusan dan mengingat-ingat siapa pria yang berada dihadapannya.
DIA ORANG YANG BERDEBAT DENGANNYA DI INTERNET 'KAN?
“KAU?!” ucap kencang Raska saat menyadari siapa pria ini. Tangannya mengepal kuat, ia masih kesal karena insiden di internet kemarin.
“Bagus, ternyata kau mengingat ku. Kau tau hati ku terasa sakit ketika-”
“Tidak usah berbasa-basi sialan!” Rahang Raska mengeras. Wajahnya mulai memerah. Amarahnya yang menggebu-gebu terlebih lagi ketika melihat tatapan santai yang Marvin berikan kepadanya.
“Jadi kau ingin aku langsung ke intinya?” tanya Marvin santai seolah-olah sedang tidak terjadi apa-apa.
“Sialan!” umpatan Raska membuat Marvin terkekeh.
“Baiklah jika itu mau mu.” Marvin memejamkan matanya sesaat. Raska yang awalnya merasa suasana memanas mendadak menjadi sunyi dan aneh. Aura Marvin mendadak menjadi menakutkan. Instingnya berkata bahwa sesuatu mengerikan akan segera terjadi.
Dan yang benar saja. Saat Marvin membuka matanya, mata itu mendadak berwarna merah. Mata yang awalnya berwarna hitam normal berubah menjadi merah darah.
Tubuh Raska bergetar, otak dan tindakannya tidak bisa diajak berkerja sama. Tubuh mungil itu kian mundur apalagi saat melihat gigi taring runcing milik pria berzodiak leo itu.
“Kenapa kau ketakutan? Tadi sepertinya kau pemberani,” ujar Marvin yang melihat Raska berjalan mundur.
Raska bersumpah ia ingin sekali menghajar wajah kokoh nan rupawan itu. Bagaimana ia tidak shock melihat pemandangan seperti ini?
“Sekarang kau percaya 'kan bahwa vampir itu nyata?” ucap Marvin.
Raska menggeleng-gelengkan kepalanya. Tidak, tidak, tidak ia pasti sedang berhalusinasi. Ini tidak nyata 'kan? Vampir kan hanya dongeng. Mereka tidak nyata!
AYO RASKA SADARLAH!
“Jangan mendekat!” Teriakan Raska menggelar saat Marvin berjalan mendekat. Pria itu terus mendekat hingga punggung Raska sudah mengenai dinding. Ia terpojok.
Raska mendorong dada bidang itu, memberi jarak antar keduanya. Namun kekuatannya tak sebanding dengan Marvin. Pria itu terus mendekat hingga wajah mereka hanya berjarak beberapa senti.
Jantungnya berdegup kencang. Ia dapat merasakan hembusan napas pria itu diwajahnya. “Apa aku harus membuat mu lebih percaya bahwa kami itu nyata?”
Suara berat itu mengisi pikiran Raska. Jantungnya terus berdetak cepat, napasnya kian memendek, dan tubuhnya menjadi bergetar. Ia meneguk ludahnya sendiri, berusaha menetralisir rasa takut dan degup jantung yang gila-gilaan.
Raska menahan bahu Marvin ketika pria itu mendekat ke arah lehernya. Merasa tertahan, Marvin menatap mata intens Raska seolah-olah berkata Jangan. Halangi. Aku.
Tidak takut dengan tatapan Marvin, Raska membalas tatapan itu dan terus menahan bahu pria kelahiran agustus hingga akhirnya Marvin menahan tangannya di samping kepalanya. Mencengkram kuat pergelangan tangannya agar ia berhenti memberontak. Raska akhirnya berhenti memberontak ketika cengkaraman itu kian terasa kuat. Ia merasa pergelangannya sudah memerah.
Kepala itu terus mendekat kearah lehernya. Raska menahan napas. Bersiap merasakan sakit yang akan ia rasakan diarea lehernya.
Hembusan napas mulai terasa dileher hingga pada akhirnya.
“HAHHH?!”
Raska mengatur napasnya yang berderu cepat. Kepalanya terasa pusing. Kakinya terasa amat lemas hingga akhirnya ia merosot jatuh terduduk di toilet. Raska memegang dadanya, menetralisir degup jantung yang masih kencang.
Pria manis itu mengambil napas dalam. Berusaha menenangkan dirinya yang masih terguncang karena kejadian tadi.
Apa ia digigit? Tapi mengapa di toilet hanya ada dirinya? Apa ia berhalusinasi?
Satu-persatu pertanyaan muncul membuat kepala Raska makin pening. Raska meringis dan memijit pelan keningnya. Berharap rasa pusingnya menghilang.
Oh tuhan, ia harap ini semua tidak nyata. Semoga ini semua hanya halusinasi.
• AESTEREID