Lapangan belakang
Ares melangkahkan kakinya menuju lorong yang menghubungkan antara ruang tata usaha dengan lapangan belakang sekolah. Sesuai dengan apa yang Mahesa minta, ia datang ketika waktu pulang sekolah telah tiba.
Kalau boleh jujur, suasana hati Ares sekarang masih agak buruk hari ini. Kalah dalam taruhan sekaligus perdebatannya dengan sang kakak tertua menjadi alasan utama ia bermuka masam seharian. Perasaannya kemarin sangat kacau namun untungnya berangsur membaik seiring berjalannya waktu.
Namun hal itu bukan berarti perasaannya benar-benar sudah membaik. Masih terselip rasa kesal yang membuatnya menjadi bad mood seharian.
Saat sampai di lapangan yang dimaksud, mata tajamnya menangkap sesosok lelaki yang kini sedang berdiri dengan tas yang berada di salah satu bahunya, seragam sekolah lelaki itu masih lengkap, ia tampak sedang memegang ponsel di tangannya.
Ares menghela napas, sembari menaruh kedua tangannya di saku jaket berwarna merahnya. Lelaki itu melangkahkan kakinya untuk menghampiri sosok tersebut.
Mahesa sempat menoleh sebentar sebelum menyadari kehadiran sosok yang telah ditunggu. Mahesa lantas tersenyum dan menaruh ponselnya di saku celana. Ia kemudian memandangi Ares yang kini tengah berjalan ke arahnya.
“Kecut banget itu muka.” Perkataan itu keluar dari bibir Mahesa ketika Ares sudah berada di hadapannya.
“Ga usah basa basi,” ucap Ares tidak ingin bertele-tele. “Lo mau apaan?”
Yang lebih tua lantas mulai bergerak. Ia mendekatkan tubuhnya ke arah Ares, membuat lelaki itu terkejut dengan apa yang ia lakukan.
“Kalau gue mau cium lo, gimana?” ucap Mahesa membuat pupil mata Ares melebar.
Sinting!
Tubuh Ares langsung menegang. Mendengar ucapan Mahesa membuat aliran darahnya seperti membeku. Ia tidak tahu Mahesa tengah bercanda atau tidak, tapi yang pasti Ares dibuat terkejut mendengarnya.
Ciuman? Anjing, yang bener?
Melihat raut wajah adik kelasnya membuat Mahesa tertawa, menimbulkan tanda tanya dalam benak Ares yang kini menunjukan raut bingung.
“Bercanda, bercanda. Ga usah serius gitu dong mukanya,” ucap Mahesa tanpa rasa berdosa.
Seharusnya Mahesa kini sudah terjatuh karena kakinya tertendang, namun beruntung hal itu tidak terjadi karena Ares berusaha untuk bersabar kali ini.
Meski keinginannya untuk menendang Mahesa benar-benar ingin ia lakui.
“Karena gue udah menang, gue mau lo nemenin gue selama satu bulan ini termasuk nemenin gue latihan futsal, gimana? Sepakat gak cil?”
Ares terdiam beberapa sesaat. Mau bagaimanapun, ia harus menuruti permintaan Mahesa karena kalah dalam taruhan.
Janji tetaplah janji bukan?
Maka dari itu lelaki kelahiran maret tersebut mengiyakan permintaan Mahesa meski sebagian hatinya menolak dengan keras.
“Iya, ntar gue temenin. Udah gini doang kan? Gue mau balik.”
“Bentar!” Lelaki berzodiak Aries itu menghentikan pergerakannya. Ares kemudian memandangi Mahesa yang kini membuka resleting tasnya dan meraih sesuatu yang berada di dalam tas berwarna hitamnya tersebut.
“Mana tangan lo?” Ucapan Mahesa membuat Ares mengerutkan dahinya. Lelaki itu hanya diam, ia ragu apakah ia harus percaya dengan sosok yang berada di depannya ini atau tidak.
“Mana?” Ucap Mahesa sekali lagi dengan satu tangannya yang masih berada di dalam tasnya.
Ares menghela napas, ia segera menepis segala pikiran buruk yang menguap di benaknya. Melihat wajah Mahesa yang menyakinkan membuat lelaki itu akhirnya mengulurkan tangan kanannya sesuai yang di pinta.
Lantas Mahesa segera mengeluarkan susu kotak rasa coklat dan bengbeng dari tasnya. Lelaki tinggi itu menaruh jajanan tersebut di atas telapak tangan Ares, bermaksud memberikan produk tersebut kepadanya.
“Nih,” ucapnya sambil mengulurkan tangan untuk memberikan jajanan tersebut. “Dimakan, muka lo keliatan bete seharian.”
Ares menatap kedua produk berbahan coklat itu selama beberapa saat, menciptakan suasana hening diantara keduanya. Hal tersebut cukup membuat jantung Mahesa berdegup kencang sebelum akhirnya ia memutuskan untuk memecah keheningan.
“Gue balik duluan ya, besok gue futsal. Temenin gue mulai dari besok,” kata Mahesa membuat Ares mendongak dan menatap wajah lelaki kelahiran bulan agustus tersebut.
“Gue balik duluan ya, dadah cil,” pamit Mahesa sebelum akhirnya melangkahkan kakinya untuk meninggalkan lapangan yang dimana Ares masih berdiri disana.
Lelaki berukuran lebih pendek itu menatap kepergian yang lebih tinggi, sebelum akhirnya ikut berjalan menuju parkiran sambil menggenggam kedua jajanan yang Mahesa berikan kepadanya.