AESTEREID

Kepala Raska serasa berputar. Tubuhnya lemas, kakinya serasa tidak bisa bergerak. Perutnya bergejolak mual, ia tidak percaya bahwa yang ia lihat dengan mata kepalanya sendiri ada sebuah kejadian nyata.

Di jalanan gelap yang kini berlukiskan darah yang berceceran. Si Aries mundur ketika melihat seorang pria menoleh kearahnya dengan sebuah kepala yang berada digenggamannya.

Pria itu, pria yang ia temui beberapa hari yang lalu. Baru saja memenggal kepala seseorang dengan tangannya sendiri.

“Pemikiran bodoh, bisa-bisanya mereka mengaitkan berita pembunuhan itu dengan vampir atau makhluk penghisap darah lainnya.” Raska muak, ia benar-benar muak dengan pemikiran pendek orang-orang yang selalu mengaitkan peristiwa nyata dengan hal mistis atau mitos yang beredar.

“Orang-orang bodoh,” gumamnya dengan nada kesal.

“Jadi kau tidak percaya keberadaan mereka?” Langkah si Maret terhenti, dengan wajah cueknya ia menoleh, melihat kearah sesosok pria berkemeja ungu dengan motif kotak-kotak sedang duduk dan membaca koran ditangannya.

“Maksudmu?” tanya Raska yang sedikit kebingungan.

Lelaki berparas tinggi itu menutup korannya, ia berdiri dan berjalan kearah si Aries. Dengan langkah pastinya, ia berhenti tepat didepan lelaki itu lalu menatap mata hitam Raska lekat-lekat.

“Mereka yang kamu sebut vampir itu nyata dan jika kamu sadar, mereka sedang berada diantara dirimu sekarang.”

Ban roda mobil berwarna hitam terus berputar disepanjang jalan raya yang agak padat kendaraan. Setelah mengetahui bahwa ia tidak memiliki jadwal siang ini dari manegernya, Helios memutuskan untuk beranjak dari apartemen kediamannya dan pergi menuju toko kue yang ibunya idamkan.

Sesekali si Gemini tampak bersenandung kecil karena lagu yang diputar di radio mobil. Kendaraan roda empat itu terus berjalan menyusuri jalanan beraspal yang membawanya menuju toko dengan aneka makanan manis itu.

Terlahir dari keluarga seorang pengusaha otomotif ternama tidak membuat Helios bermalas-malasan untuk terus mengejar karirnya. Terbukti ia bisa membeli mobil mewah keluaran aston martin yang ia tumpangi sekarang dengan uangnya sendiri.

Lelaki berzodiak gemini itu mulai tertarik dengan dunia perfilman pada tahun 2012. Pada usianya yang kala itu berumur 12 tahun, Helios kecil dengan semangatnya bercerita kepada sang mama tentang film fenomenal yang ia tonton bersama ayahnya.

Film yang bercerita tentang kumpulan superhero yang berusaha menyelamatkan dunia membuat Helios kecil kagum dengan akting para aktor yang memerankan masing-masing karakter.

Pada saat itu pula keinginan untuk menjadi aktor muncul. Helios berusaha keras untuk bisa berakting dengan baik. Dibantu oleh dukungan sang ayah, Helios dimasukkan kedalam kelas akting dan ekskul drama di sekolahnya.

Si pria Juni masuk kedalam dunia peraktingan di umurnya yang menginjak 15 tahun. Di saat itu ia tampil di acara televisi berjudul 'Cita Setinggi Langit'. Seiring waktu berlalu, Helios terus mengasah kemampuan beraktingnya hingga pada akhirnya namanya mulai dikenal saat membintangi tv series berjudul 'Who Are You' yang membuat beberapa sutradara tertarik untuk merekrutnya sebagai bintang layar lebar.

Hingga kini, Helios akhirnya berhasil mendapatkan 4 piala penghargaan karena hasil jerih payahnya sendiri.

Berada sampai di posisi ini tidak mudah, Helios bahkan sempat menghapus nama belakang keluarganya agar tidak diberi jalan tikus untuk mencapai kesuksesan.

Bagi Helios, mengejar mimpi harus dibarengi dengan kerja keras. Tidak peduli berasal dari kalangan mana, tidak peduli apa pandangan orang, asal kita berani dan terus bermimpi maka mimpi yang awalnya cuma angan-angan akan menuntun kita menuju kesuksesan nyata.

Kini lelaki Gemini itu mengendarai mobilnya menuju toko kue yang kini sudah terpampang jelas didepan mata, ia memarkirkan mobil tepat dihalaman depan toko itu.

Helios keluar sambil memakai topi dan berjalan masuk kedalam. Ketika sudah membuka pintu, dirinya seketika dibuat bingung ketika disuguhkan oleh pandangan seorang lelaki yang memakai apron berwarna coklat tengah tertidur diatas meja kasir.

Lelaki itu terlihat tertidur dengan nyenyak. Nafasnya teratur dan punggungnya terlihat naik turun membuat Helios jadi sedikit tak tega untuk membangunkannya.

Posisi kepalanya lelaki itu bersandar di meja kasir dengan tangan sebagai bantalan, dan kakinya yang berdiri menapaki lantai membuat Helios yakin laki-laki itu akan sakit punggung ketika bangun dari tidurnya.

Lelaki itu sepertinya rela membungkuk untuk bisa tidur dengan nyenyak.

Si Gemini berjalan dan berhenti tepat dihadapan lelaki itu. Kini batas antara mereka berdua adalah etalase panjang yang berisi kue-kue cantik didalamnya

“Permisi.” Meski ucapan Helios terkesan pelan, hal itu nyatanya dapat membuat si rambut coklat mulai sedikit menggeliat, lelaki itu mulai membuka matanya, membiaskan cahaya yang masuk kedalam lensa bola matanya dan mulai memfokuskan pandangan.

Angga tersentak ketika tersadar bahwa seorang lelaki bertubuh tinggi sudah berdiri dihadapannya. Ia langsung menegakan tubuhnya meski merasakan nyeri yang luar biasa diarea punggung.

Salahnya yang baru sampai ke rumah di jam 1 dini hari yang membuat si Leo merasa mengantuk sepanjang hari. Hingga saat toko sepi, Angga memutuskan untuk memejamkan matanya sebentar yang malah bablas tertidur seperti ini.

“Maaf, ada yang bisa saya bantu?” ucap Angga ramah dengan wajah khas orang bangun tidur.

Helios terdiam, ia sibuk memperhatikan ukiran wajah sesosok yang kini berada dihadapannya. Mereka sempat terdiam sebentar.

Ini adalah pertemuan mereka untuk kedua kalinya.

AESTEREID

“Thanks udah dateng ke acara papa gue, oh ya ini ada cake buat mama lo. Tadi mama mau ngasih cuma mama sama papa lo udah pulang duluan.” Mikael memberikan sekotak kue red velvet yang sudah dibungkus dengan tas agar helios mudah membawanya.

Si Gemini menerima bingkisan kue tersebut. Ia tersenyum lalu bersalaman dengan yang lebih tua. “Thanks ya bang, nanti gue kasih mama. Gue pamit dulu.”

“Kak, maaf ya gue telat.” Mikael menoleh ketika melihat Angga berdiri dibelakang sambil tersenyum menghadapnya.

Senyum merekah di wajah rupawannya, lantas yang lebih tua memeluk tubuh si mantan adik kelas sambil menepuk-nepuk pelan punggungnya.

“Yo bro! Gapapa. Lo udah makan belum? Makanannya udah disiapin, kalau laper ambil aja ya,” ucap Mikael yang melepas pelukan.

“Kenalin, dekel gue pas SMA nih. Namanya Angga. Adek gue ini bro!” Mikael memeluk bahu si Leo dihadapan teman-temannya. Pria itu tampak mengenalkan adik kelasnya kepada para sahabatnya.

Angga tak bisa tidak melunturkan senyumnya malam ini. Mikael sangat baik dan ramah kepadanya. Keluarganya pun juga sangat baik, bunda dan mama Mikael juga dekat jadi mereka tak canggung satu sama lain.

“Oh ya kak, ini ada kue dari bunda. Katanya ucapan terimakasih soalnya udah pesen banyak di tokonya bunda.” Angga menyodorkan bingkisan berisi kue berwarna putih kepada yang lebih tua.

Mikael menerima kue itu, sambil menatap si Agustus ia berkata, “Makasih ya, oh ya lo pasti laper karena kesini 'kan? Makan-makan dulu, banyak pilihan disini. Ambil sepuas lo, yang banyak juga boleh.”

Angga sedikit terkekeh lalu menganggukkan kepalanya, kalau boleh jujur ia kelaparan karena menggoes sepedanya dari toko menuju kesini.

“Iya kak, makasih ya. Gue pergi dulu,” ucapnya yang dijawab oleh anggukan Mikael yang membuat Angga melangkahkan kakinya untuk menjelajah ruang gedung yang luas ini.

Angga tau bahwa tindakan yang ia buat malam ini termasuk tindakan yang nekat. Mengendarai sepeda selama satu jam untuk bisa sampai ke gedung yang telah keluarga Mikael booking untuk ulang tahun sang kepala keluarga. Bukankah itu tindakan yang menguji diri?

Bunda sudah memaksa Angga untuk memesan ojek online namun si sulung menolak. Entah karena ia memang suka berkendara dengan sepeda ontel kesayangannya atau ia memang ingin merepotkan diri sendir.

Kini sudah pukul 8 malam. Entah sesi acara apa yang telah ia lewatkan, Angga tidak tahu.

Setelah mengabari mantan kakak kelasnya, lelaki leo itu segera menuju toilet yang berada di lobi dan berganti pakaian.

Daripada ambil resiko badan bau keringat, Angga lebih memilih untuk membawa baju ganti yang akan ia gunakan untuk menghadiri acara itu.

Dengan setelan kemeja putih dan celana hitam panjang, lelaki kelahiran Agustus itu keluar dan menyemprotkan parfum yang ia bawa untuk menyamarkan bau badan karena sudah mengayuh sepeda sepanjang waktu.

Ah, pria ini. Ia sudah merepotkan dirinya dua kali.

Sambil membawa tas yang berisi baju kotor, Angga berjalan menuju tempat ia memarkirkan sepedanya. Pria itu memarkirkan kendaraan beroda dua miliknya tepat dibelakang gedung.

Gedung yang keluarga mikael pesan memiliki halaman luas, memudahkan para teman sesama pebisnis dan teman-teman mikael yang datang bisa dengan leluasa memarkirkan kendaraannya.

Angga tau kendaraan yang ia pakai tidak mampu bersaing dengan kendaraan-kendaraan dengan nilai tinggi yang mengisi halaman parkir, yang membuat si Leo akhirnya memutuskan untuk memberhentikan sepedanya di tempat yang sepi akan orang.

Daripada sepedanya dipindahkan dan menghilang lebih baik ia tempatkan di halaman belakang bangunan megah itu.

Kakinya terus melangkah hingga pada akhirnya ia sampai berada didepan sepeda berwarna birunya, ia mengambil kue yang ibunya titipkan dari keranjang lalu menaruh tas baju kotornya.

“Halo?”

Panggilan itu membuat si Agustus terlonjak sehingga tak sengaja ia mengenai sepedanya yang membuat kendaraan roda dua itu terjatuh dan menimbulkan suara sedikit keras.

Ia merasa kikuk, apalagi ketika melihat sesosok pria berbadan tinggi kini tengah menatapnya dengan penuh tanda tanya.


Helios menatap lelaki yang berada di sebrangnya sambil mengerutkan dahi. Berniat untuk mencari udara segar karena merasa pengap didalam, ia malah menemukan seorang laki-laki yang kini terlihat sedikit gelagapan seperti habis tertangkap basah mencuri.

Kalau boleh jujur Helios sempat mengira pria ini adalah seorang penyusup yang ingin menerobos masuk gedung ini. Kejahatan bisa saja terjadi bukan? Apalagi yang menghadiri acara ini termasuk kalangan menengah keatas. Tingkat kewaspadaan si Gemini meningkat apalagi ketika melihat orang ini sendirian di belakang.

Pria itu kini terlihat mengangkat dan menempatkan sepedanya ketempat semula. “Halo,” balas laki-laki itu setelah menyelesaikan urusan sepeda.

“Kamu ngapain disini?” tanya si Gemini yang entah mengapa membuat Angga merasa sedikit terintimidasi.

“Lagi naro baju mas. Maaf, saya ganggu ya?” ucap si Leo sambil memeluk kotak kue ditangannya.

“Enggak. Kamu gak masuk kedalam? Jangan diluar begini, yang ada kamu dikira yang aneh-aneh sama orang,” ucap Helios yang membuat Angga segera berjalan masuk kedalam gedung. Ia tidak ingin ada orang yang berprasangka buruk tentangnya. Bisa-bisa tamat riwayatnya jika orang menuduhnya yang tidak-tida.

“Ah iya, mas. Saya permisi dulu ya. Malam, mas,” ucap Angga ramah tepat dihadapan si Gemini sebelum beranjak pergi meninggalkan Helios sendiri.

“Malam,” gumam Si Juni sambil melihat punggung pria itu yang berangsur menghilang.

AESTEREID

“Enak ya kalau jadi artis, bisa terkenal sana sini, bisa cepet kaya juga.”

Berdiri di antrian kasir, Manggala atau akrab disapa Angga menoleh setelah mendengar perbincangan kedua insan yang kini tengah ikut mengantri dibarisan belakang.

Perbincangan itu terdengar sampai ditelinganya. Yang lelaki Leo lihat sekarang, kedua pemuda itu tengah memandang layar televisi supermarket yang kini tengah menayangkan berita mengenai artis terkini yang disorot oleh banyak media

“Iya, gue juga pengen jadi artis biar terkenal sana sini. Sekarang jadi artis mah gampang, disini tinggal bikin skandal aja udah langsung terkenal. Diundang sana sini, ke acara sana sini,” ucap salah satu pemuda yang kini tengah melihat berita sesosok aktris yang terjebak skandal perselingkuhan.

Sejujurnya Angga merasa miris dengan dunia televisi negara ini, banyak aktris yang bertalenta tertimbun dengan berita tak bermutu. Membuat siapa saja seperti ingin terkenal dengan cara yang tidak sepatutnya.

“Nah sekarang kita kembali ke berita terkini. Kini sesosok Helios Gasternald kembali disorot media karena sukses membawa peran Abraham dalam film 'Lebih Baik Sampai Disini' wah usia masih muda sudah bertalenta ya.”

Suara sang reporter mengalihkan perhatian Angga. Si Leo dan beberapa orang yang ada di toko itu menoleh kearah televisi yang kini memperlihatkan layar sang aktris muda yang menjadi sorotan publik.

Keren, dia masih muda tapi udah sukses begitu. batin Angga yang mendengar sang reporter membacakan beberapa pencapaian si pemuda gemini.

“Mas?” Lamunan Angga buyar ketika kini gilirannya untuk membayar. “Oh ya mbak, sebentar ya,” ucapnya sambil menaruh barang belanjaannya diatas meja kasir.

Menunggu sang kasir yang menghitung total belanjaannya, Angga kembali mendengar berita sang aktor yang tadi sempat terpotong.

Ah Angga ingin menjadi sosok seperti dia, Helios sukses diusia muda dan bisa menghasilkan uangnya sendiri, itu impian Angga sejak kecil.

Angga sangat tahu bahwa kesuksesan harus diimbangi dengan kerja keras. Kesuksesan tidak akan datang dengan sendirinya, pasti ada keringat bahkan air mata untuk mendapatkannya. Dan Angga merasakan itu sekarang.

Hidup bersama dengan ibu dan adiknya tidaklah mudah. Semenjak kepergian sang ayah, Angga harus merelakan mimpinya untuk menempuh cita-cita di universitas impiannya agar tidak jauh dengan sang ibunda.

Berkali-kali bunda memaksa Angga untuk mengambil universitas jalur undangan, namun Angga menolaknya dengan keras.

“Kalau bunda kenapa kenapa gimana? Angga bakalan susah pulang kalau keterima disana, Angga gak mau ninggalin bunda sendiri.”

Kira-kira seperti itulah ucapan si Leo ketika berdebat dengan Ibunda. Yang akhirnya berakhir Angga mengikuti UTBK disalah satu universitas dekat rumahnya dan mengambil D3 ilmu ekonomi akutansi.

Sekarang Angga membantu ibunya menjalankan toko kue yang ada di Jalan Pondok Indah. Toko tersebut lumayan ramai pengunjung dan saat Angga lihat-lihat lagi, toko roti yang dibuka ibunya jarang sekali mengalami kerugian. Harganya yang terjangkau, rasanya yang enak, dan menggunakan bahan yang berkualitas membuat toko itu selalu ramai akan pengunjung.

Apalagi di toko kue tersebut disediakan meja dan kursi untuk pengunjung yang sekedar ingin duduk atau menongkrong dengan temannya.

“Ini mas belanjaannya,” ucap sang kasir sambil menyerahkan kantung belanjaan berisi barang-barang yang pemuda Leo itu beli.

“Makasih ya mbak.” Setelah membayar, pemuda kelahiran bulan Agustus itu beranjak menuju toko kue yang dibangun ibunya.

“Kayaknya harus buru-buru, nanti bunda nyariin,” gumamnya ketika mulai menggerakkan sepeda birunya dan mulai menjalankannya.

AESTEREID

“Lo mau pulang sekarang?” Ares berjalan keluar dari ruang perpustakaan beriringan dengan Tara yang kini tengah menenteng tas di lengannya.

Selesai membantu memvideokan kegiatan ekstrakulikuler saman, kini kedua pemuda itu berjalan keluar menuju lorong yang menghubungkan antara ruang perpustakaan dengan ruang aula.

Ares menggelengkan kepala. “Enggak, gue mau nunggu dulu.”

“Eaa ada yang udah buka hati nih.” Tara tersenyum lalu merangkul pundak sahabatnya. Dirinya ikut senang karena kini temannya mulai membuka hati kepada seseorang.

Ares tersenyum tipis, ia kemudian melihat pemandangan para pemain futsal yang kini tengah berpencar untuk duduk dan beristirahat, sepertinya waktu istirahat tengah berlangsung.

“CIEEEE.”

Kaki si Aries mendadak berhenti, pandangannya teralihkan ke sekumpulan perempuan yang kini sepertinya tengah menggoda pasangan yang saling berhadapan dipinggir lapangan.

Anjing

Ares terdiam. Pandangannya kini tengah berfokus kepada Mahesa yang tengah menerima minuman dari perempuan berambut panjang yang kini tengah malu karena godaan teman-temannya.

El, dia crush Mahesa 'kan? Bukan, bukan. Maksudnya mantan crush. Iya 'kan?

“Apaan njir gue cuma ngasih minum doang.” El kembali berjalan kearah teman-temannya setelah memberikan sebotol air mineral kepada lelaki berzodiak Leo.

Godaan serta candaan samar-samar terdengar dari mulut para gadis yang kini mengerubungi El.

Ah sialan, hati Ares serasa panas.

Pikiran negatif mulai mengebul menjadi satu, menciptakan asap di kepala Ares yang membuatnya tak bisa berpikir jernih. Tara yang sepertinya menyadari hal itu, menepuk pelan pundak sahabatnya.

“Mau pulang?” tanyanya pelan yang dijawab oleh anggukan dari si Maret.

“Iya, ayo pulang.” Ares berjalan menuju gerbang diiringi Tara yang masih memeluk pundaknya. Hatinya terasa panas, entahlah mendadak perasaannya menjadi sedikit kacau.

Melihat El dan Mahesa tadi membuat Ares merasa sedikit lemas. Ia merasa bahwa semua orang lebih mendukung El dan Mahesa untuk menjadi sebuah pasangan. Terlebih dengan fakta bahwa El adalah seseorang yang pernah Mahesa sukai.

Perasaan menyesakan, hatinya terasa sedikit retak.

“Lo gak abisin burgernya? Sa?” Ares menatap Mahesa yang kini tengah terdiam. Si Leo terlihat diam tak berkutik menatap ponselnya yang membuat Ares kebingungan.

“Mahesa?” tanya Ares sekali lagi membuat pria itu menoleh. “Kenapa Res?”

“Enggak.” Ares mengalihkan pandangannya kearah cream soup yang berada ditangannya. Lelaki Maret itu tampak memakan sup dengan tenang membuat Mahesa mengerutkan dahinya, penasaran kenapa Ares sempat memanggilnya tadi.

“Kenapa Res? Tadi mau ngomong apa?” Mahesa menatap Ares dengan penuh rasa haus akan jawaban. Lelaki Leo itu terus menunggu hingga akhirnya mendapat jawaban sebuah gelengan kepala dari si Aries.

“Gak kenapa-kenapa. Abisin burger lo, dikit lagi mau maghrib.”

Ares beranjak bangkit lalu pergi untuk mencuci tangannya, meninggalkan Mahesa yang mulai memakan burger pesanannya yang tadi sempat tak tersentuh sama sekali.

Si Leo menatap Ares yang kini tengah membilas kedua tangannya. Mulutnya terus mengunyah roti berserta daging dan sayuran yang ada didalamnya. Pikirannya kini tertuju pada satu hal yang kini menjadi pedoman utamanya.

Apapun yang terjadi dan bagaimanapun bentuk masa depan, Mahesa akan berusaha sekuat tenaga untuk melindungi orang-orang yang ia sayang.

Termasuk Ares yang kini menjadi semangat utamanya untuk mengarungi bangsatnya dunia.

*** “Gue balik dulu, Makasih udah nemenin gue makan.” Setelah mengucap kalimat itu, Ares berjalan menuju parkiran dimana motornya terletak. Meninggalkan Mahesa yang masih diam berdiri ditempat.

“Ares.” Panggilan itu membuat langkah si Aries berhenti, lelaki itu membalikan badan dan menyaksikan Mahesa yang kini berjalan menghampirinya. Pria berbadan tegap itu berhenti tepat dihadapannya dan mulai merapihkan rambutnya tanpa aba-aba.

“Res, tolong pastiin lo bahagia ya? Make sure gak ada yang nyakitin lo. Gue selalu ada dibelakang lo setiap kali lo butuh seseorang buat dijadikan sandaran, Ares.”

Perkataan Mahesa membuat yang paling muda terdiam, sepertinya Ares salah berpikir tentang Mahesa selama ini.

AESTEREID

I'm sorry.” Bulir air mata itu terus berjatuhan, mengalir melewati pipi tirusnya.

Mark sadar bahwa semua yang ia lakukan menyalahi takdir, ia sadar betul bahwa tindakannya untuk mengulang waktu adalah kesalahan yang fatal.

Takdir tidak bisa dipungkiri, ia harus merelakan kekasihnya pergi untuk selamanya.

It's okey. Tolong ikhlasin aku ya? Aku bakal selalu sayang kamu meski kita udah gak barengan lagi.” Tangan Rasdam mengusap pipi kekasihnya yang kini dibasahi oleh air mata. Pria leo itu tersedu-sedu, ia masih belum bisa menerima fakta bahwa kekasihnya harus tertimpa oleh takdir kematian.

“Aku harap di semesta lain kita bisa bersama, Marc.”