AESTEREID

Setelah memberanikan diri untuk menanyakan ruang atas nama Rasi Tenggara kepada seorang pelayan, kini Sadam tengah diarahkan menuju ruang VIP yang berada di lantai empat gedung tersebut.

Disepanjang jalan menuju kesana, Sadam tak bisa menyembunyikan rasa kagumnya terhadap tempat mewah yang semuanya berisi orang-orang kalangan atas dan sangat berkecukupan.

Terlihat dekorasi yang digunakan restoran ini terlihat simpel dan mewah, dimulai dari lantai hingga atap-atap semua terlihat sangat elegan.

Sejujurnya Sadam tidak percaya diri dengan penampilannya malam ini. Penampilannya terlihat sangat sederhana untuk berada di ruangan mahal yang berisi orang-orang kaya kalangan atas. Bahkan tadi ia sempat menjadi pusat perhatian karena penampilannya yang terbilang sangat terbanting oleh pakaian bermerk mereka.

Yang bisa Sadam lakukan hanya percaya diri. Ia sangat berharap dan berdoa semoga calon bank berjalannya tidak keberatan ia berpakaian seperti itu.

Pintu ruang VIP pun terbuka menampilkan ruangan private yang bernuansa sangat mewah dengan hiasan ruangan yang sepertinya berharga mahal. Ditengah ruangan itu terdapat meja bundar dengan dua kursi yang saling berhadapan.

Sadam meneguk ludah ketika melihat penampilan Rasi yang terkesan simpel namun elegan. Ia tidak tau berapa harga pakaiannya yang melekat ditubuh pria berbadan agak kecil itu. Yang pasti semua yang pria itu kenakan adalah barang branded yang terkenal.

Sadam tidak bisa melepas pandangan dari sosok yang kini melihat kearahnya. Bahkan lelaki tinggi itu sempat terdiam beberapa saat karena terpana melihat penampilan Rasi yang dimatanya terlihat.... Manis?

sialan, kenapa deg degan gini?, batin Sadam yang mulai berperang dengan dirinya sendiri.

“Silahkan duduk, Sadam,” ucap Rasi sambil tersenyum yang membuyarkan lamunan Sadam. Sadam lantas mulai berjalan menuju satu kursi yang menghadap langsung kearah Rasi. Pria itu duduk kemudian memainkan tangannya yang berada dibawah meja. Berusaha menetralisir rasa gugup yang menyergap.

Rasi yang mengetahui kegugupan Sadam lantas berusaha mencairkan suasana.

“Tidak perlu gugup, Sadam. Kita rileks saja,” ucap Rasi menyakinkan.

Sadam lantas mengambil napas dengan pelan lalu menghembuskan napasnya perlahan. Melihat Sadam yang mulai rileks membuat Rasi tersenyum dan langsung membuka topik obrolan.

“Sebelum kita membahas kontrak, boleh saya bertanya dulu?” tanya Rasi yang dibalas anggukan oleh Sadam.

“Kalau boleh tau, kamu umur berapa sekarang?” tanya Rasi memastikan.

“Dua puluh dua.”

“Oke baiklah,” ucap Rasi sambil mengangguk dan mengambil berkas yang berada ditengah meja. Entahlah ia mendadak terpikirkan oleh perkataan Harsa soal....

ekhem, kalian pasti tau itu.

Tapi setidaknya ia bisa memastikan bahwa orang di depannnya ini sudah berusia legal dan cukup umur.

Ya, jika suatu saat keadaan lepas kendali mereka sudah dewasa untuk menyikapinya.

“Baik kalau begitu, kamu bisa baca terlebih dahulu berkas ini.” Rasi menyodorkan kertas tersebut kearah Sadam. Sadam yang menerima kertas itu lantas menerimanya kemudian membacanya dengan teliti.

“Dikarenakan kamu sudah legal dan berusia dewasa, saya harap kita bisa dengan mudah untuk mengerti satu sama lain,” ucap Rasi sambil melihat Sadam yang tengah membaca dokumen perjanjian.

“Kita akan bersama untuk saling dekat dalam kurun waktu tiga bulan. Jika tiga bulan kita sudah merasa cukup, kita bisa memutuskan untuk melanjutkan hubungan ini atau tidak. Saya akan memenuhi semua keperluan kamu, dimulai dari uang, tempat tinggal dan lainnya. Kamu bisa kontak saya jika kamu memerlukan sesuatu dengan syarat kamu harus terus menemani dan menuruti semua permintaan saya,” jelas Rasi.

“Tenang, saya tidak akan meminta kamu melakukan hal yang aneh, yang melebihi batas wajar,” ucap Rasi takut-takut kalau Sadam ambigu dengan ucapannya.

“Dan soal itu.” Rasi terdiam sesaat untuk melanjutkan ucapannya, apalagi ketika melihat Sadam menoleh kearahnya seolah paham dengan maksud si aries.

“Kita bisa melakukannya jika kita berdua saling setuju,” lanjut Rasi sambil menoleh kearah lain untuk menutupi raut malunya.

Sadam yang melihat si manis yang salah tingkah tersenyum kecil. Lelaki leo yang melihat itu ikut gemas dengan tingkah si mungil.

“Baik, saya setuju,” ucap Sadam yang membuat Rasi menoleh kearahnya. Lelaki kelahiran leo itu menandatangani kontrak itu lalu memberikannya kepada yang paling tua.

Rasi menerima dokumen itu lalu melihat coretan tandatangan Sadam. Rasi lantas tersenyum lalu lantas menaruh dokumen itu disampingnya.

“Baiklah, mulai hari ini kamu resmi menjadi sugar baby saya,” ucap Rasi. “Makanannya sebentar lagi datang, makan saja tidak usah canggung. Untuk pulang, saya bisa mengantarmu nanti.”

Sadam tersenyum, meski suasana agak canggung tetapi mereka berusaha mencairkan suasana agar tidak terlihat kaku.

Makanan pun berangsur datang, diselingi dengan cerita mereka saling mengobrol untuk mulai dekat satu sama lain.

Di malam itu mereka tidak sadar bahwa sebuah ikatan mulai mengikat keduanya untuk menjadi lebih dekat.

• AESTEREID

tw// mention of berantem

Mahesa mengeratkan kepalan di tangannya. Pemandangan didepannya kini membuat lelaki berzodiak leo itu merasa marah dan ingin menghajar satu persatu orang yang berhasil menyakiti orang yang ia sayang.

Kini dihadapannya terlihat Ares yang sedang dikeroyok oleh empat orang sekaligus.

Masih dengan empat orang yang sama seperti kejadian sabtu malam kemarin. Kini Ares terlihat tengah dihajar oleh Riel berserta tiga orang temannya.

Padahal sebelumnya Riel berkata ingin menyelesaikan permasalahan ini one by one, tapi karena Riel tumbang ketika dihajar oleh Ares maka Riel bermain curang dengan meminta bantuan teman-temannya untuk ikut menghajar lawan arenanya itu.

Ares yang berusaha melawan mulai kehabisan tenaga. Kini lelaki aries itu mulai kehilangan kesadarannya dan berangsur tumbang dan tergeletak diatas jalanan.

Riel terus melayangkan pukulan ke wajah si maret tanpa ampun. Tenaga Ares mulai melemah, membuat lelaki yang babak belur itu mulai pasrah dengan keadaannya yang sudah kacau berantakan. Ia yakin sekali ia akan berujung bangun saat matahari mulai terbenam dengan kondisi badan yang kesakitan dan luka berwarna biru yang menghiasi wajahnya.

Seperti beberapa kejadian yang berakhir sama seperti saat ini.

Di ambang kesadarannya ia dapat melihat Riel yang terus memukulinya. Wajah lelaki itu memerah, urat-urat dilehernya terlihat menonjol, membuat Riel terlihat seperti orang kesetanan sekarang.

Musuh arena balapnya itu terus menghajarnya tanpa kenal ampun. Terus melayangkan tangannya yang membabi-buta, menghiasi wajah Ares dengan luka biru keunguan serta darah segar.

Ares mulai benar-benar kehilangan kesadarannya.

Namun beberapa detik kemudian, pupil Ares sedikit membesar kala melihat sebuah kepalan tangan yang berhasil mengenai kepala Riel cukup keras.

Pukulan dikepala itu berhasil membuat Riel kesakitan lalu menoleh kebelakang, mencari tau siapa yang dengan berani-beraninya memukul kepalanya.

Pukulan lainnya mulai menyusul, bahkan terlihat pukulan itu mulai mengarah ke arah teman-teman Riel yang membuat keempatnya langsung mengabaikan Ares yang tergeletak di jalanan.

Ares berusaha bangkit ketika Riel dan kawannya tak lagi menghajarnya. Setelah berhasil memosisikan tubuhnya untuk duduk, lelaki Aries itu kemudian dapat melihat dengan jelas kondisi sekitarnya meski agak buram.

Ares melihat kearah Riel dan kawannya yang sepertinya mengerumuni sesuatu. Lelaki kelahiran maret itu berusaha untuk memfokuskan penglihatannya, namun sayang penglihatannya masih sedikit buram karena efek pukulan Riel yang cukup keras tadi.

Ares masih tetap berusaha untuk menajamkan penglihatannya. Hingga pada akhirnya ia dapat melihat siluet bayangan seorang lelaki bertubuh tinggi yang memakai topi sedang menghajar Riel berserta tiga kawannya.

“MUNDUR!” teriak Riel yang kemudian berlari disusul oleh ketiga kawannya. Mereka berlari mengabaikan Ares yang masih terduduk di jalanan dengan luka keunguan serta darah yang menghiasi wajahnya.

Ares hanya bisa menatap kepergian keempat orang itu. Ia sangat berterimakasih kepada orang yang berhasil menghajar para sialan yang berhasil membuat dirinya babak belur.

Ares menoleh perlahan kebelakang. Menoleh ketempat ia melihat siluet bayangan seseorang yang menghajar Riel dan temannya. Namun sayangnya yang ia lihat hanya jalanan kosong dan tidak ada siapapun disana.

Ares berusaha untuk berdiri meski badannya terasa kesakitan. Ares berusaha mengontrol deri napasnya. Ia masih belum bisa berpikir jernih, kepalanya pusing sekarang.

Dan sepertinya sekarang Ares harus menelpon Tara agar lelaki itu mengantarkannya ke rumah sakit.

Ya, meski Ares tahu bahwa resikonya adalah ia mendapatkan omelan panjang dari sahabatnya.

• AESTEREID

tw// mention of smoking , and family issue.

Tepat jam setengah enam pagi dibelakang gedung sekolah, seorang lelaki berparas tampan kini terlihat menyesap sebatang rokok di mulutnya.

Ares menghembuskan asap didalam mulutnya hingga asap tersebut terlihat mengebul di udara pagi yang masih dingin ini.

Entahlah Ares merasa sedikit kacau akhir-akhir ini. Ia merasa semua yang ia lakukan salah dimata orang yang tidak mengerti sudut pandang dirinya.

Padahal semua yang ia lakukan hanya sebuah pelarian.

Keluarganya yang terasa terpecah belah membuat Ares sedikit hilang arah. Ia tidak tau harus berbuat apa. Ia merasa dirinya dilepas begitu saja untuk menjalani hidup sendiri.

Ares menghela napas lalu kembali menyesap rokok ditangannya. Sudah ada dua batang rokok pendek yang diinjak disekitarnya. Ares tau bahwa keseringan merokok tidak baik untuk kesehatan tapi menurutnya rokok adalah hal yang ia perlukan pagi ini.

Rokok yang berada ditangannya kini sudah memendek. Lelaki aries itu kemudian menjatuhkan benda mengandung nikotin itu lalu menginjaknya.

Saat hendak ingin menyalakan rokok baru yang sudah berada di mulutnya mendadak ada seseorang yang dengan santainya mengambil benda berbentuk tabung tersebut dari bibirnya.

Ares menengadahkan kepalanya. Terlihat siluet seorang lelaki berparas tinggi kini berdiri dihadapannya. Ares berusaha memfokuskan penglihatannya ke wajah lelaki itu dan sepertinya Ares merasa familiar dengan wajahnya.

“Udah dibilang jangan ngerokok, ngeyel banget sih,” ucap lelaki itu sambil mengantongi sebatang rokok milik Ares yang tadi ia ambil.

Ares mengeraskan rahangnya.

Sialan, itu kakak kelas yang memergokinya merokok kemarin.

Ares menghela napas. Lelaki itu mengalihkan pandangannya dari Mahesa yang kini berdiri didepannya.

Ini masih pagi dan ia malas untuk berdebat dengan kakak tingkatnya ini. Ia malas membuat masalah.

Menghindari perdebatan, Ares bangkit berdiri dan berniat untuk pergi. Namun saat baru berjalan satu langkah mendadak Mahesa mencengkram lengannya dan mendorongnya pelan agar kembali ketempat si maret duduk tadi.

“Apaan sih lo?” ucap Ares sambil menatap tajam yang lebih tua.

Ini masih pagi ya tuhan, tolong jangan awali hari ini dengan kejadian buruk.

Mahesa menghela napas saat melihat tatapan Ares yang tertuju padanya. Lelaki yang memakai hoodie abu-abu itu kemudian melepaskan tasnya lalu mengambil suatu benda yang berada didalamnya.

Ares yang melihat tingkah kakak kelasnya hanya diam. Ia tidak tau apa yang akan laki-laki itu ambil, apakah Mahesa akan memberinya skors? Atau Mahesa akan mengambil buku untuk mencatat semua perbuatannya tadi?

Namun pikiran itu tertepis kala melihat Mahesa mengeluarkan sebotol parfum dari tasnya. Lelaki tinggi itu kemudian menyemprotkan parfum itu ke udara dan sedikit menyemprotkannya kearah Ares.

Parfum itu tidak berbau menyengat. Cenderung berbau ringan dan segar, cukup untuk menyarukan bau rokok yang menyelimuti si kecil.

“Ini.” Mahesa menyodorkan permen mint dari kantung celananya. Ares melihat Mahesa sebentar sebelum menerima permen itu dengan sedikit ragu-ragu.

Apa maksud dari perbuatan kakak kelasnya ini?

“Dimakan biar mulutnya seger. Jangan sampai ketahuan kalau lo ngerokok,” ucap Mahesa sambil memakai tasnya lagi.

Ares terdiam. Ia memandangi permen yang berada ditangannya. Ia masih berusaha mencerna apa yang terjadi di pagi ini, namun sebuah panggilan mendadak membuyarkan lamunannya.

“Ayo ke sekolah. Tinggal dikit lagi jam enam,” ucap Mahesa yang menunggu Ares untuk berjalan bersamanya. Ares diam sebentar kemudian mulai melangkahkan kakinya.

Disejuknya udara pagi ini, kedua lelaki itu berjalan beriringan menuju pagar sekolah. Mereka berdua hanya diam karena larut dalam pikirannya masing-masing.

Ares sesekali melirik Mahesa yang berada disampingnya. Masih memikirkan hal apa yang membuat lelaki itu bisa seperti tersambat dan berperilaku seperti tadi.

Sementara Mahesa? Ah lelaki itu kini berusaha keras untuk mengontrol gilanya degup jantung didadanya.

• AESTEREID

Udara tengah malam benar-benar menyejukkan. Angin malam berhembus menerpa dua manusia yang kini tengah terduduk di pantai yang menyajikan pemandangan kota dari kejauhan yang sungguh indah.

Gedung gemerlap. Cahayanya bersinar terang hingga ketempat dua anak adam itu sedang duduk. Pasir pantai yang bertekstur halus mengenai kaki serta baju mereka. Namun keduanya tak peduli.

Yang mereka pikirkan kini hanyalah keindahan pantai di malam tahun baru yang mereka saksikan.

Yang paling tua menggenggam tangan orang disampingnya dengan erat. Mark menyamankan posisi sandarannya dibahu Renjun. Genggaman tangan itu mengerat diwaktu dimana dekatnya dengan awal tahun.

Renjun tersenyum. Meski udara malam sangatlah dingin namun ia merasa sangat hangat.

Tangannya terulur untuk mengelus pipi Mark secara perlahan. Membuat si lelaki agustus itu menoleh menghadapnya.

“Dingin?” tanya Mark yang khawatir pasangannya kedinginan.

“Tidak,” jawab Renjun. Wajahnya ia tolehkan. Ia menatap mata Mark dengan tatapan teduh. Bibirnya merekah sempurna menciptakan sebuah senyuman yang tak kalah sempurna. Manis, senyum itu terlihat manis dan sangat tulus.

“Aku mencintaimu, Mark.” Tak bisa dipungkiri seberapa rasa cinta yang ia berikan kepada seseorang yang kini menjadi pasangan hidupnya. Beratnya begitu luar biasa, bahkan hidupnya sudah terikat dengan lelaki yang berhasil menarik seluruh atensinya.

Mark tersenyum memandangi sang pujaan hatinya. Mengingat perjuangan apa saja yang mereka lalui bersama membuatnya terasa amat lega karena pada akhirnya mereka berhasil.

Mereka berhasil untuk bertahan dan bersama. Mereka mengarungi segala amukan dunia, menerjang ombak kehidupan, serta saling menggenggam untuk berlari dari segala hal yang menyakitkan didunia ini.

Mereka berhasil. Mereka bertahan.

“Aku juga mencintaimu, Renjun.” Kedua mata mereka kini berkaca, mereka berdua tersenyum lebar dan terkekeh bersama ketika menyadari bahwa mereka sudah saling jatuh terlalu dalam.

Renjun mulai mendekatkan wajahnya, Mark yang menyadari hal itu tersenyum dan juga mulai mendekatkan wajahnya.

Semakin dekat, semakin dekat, dan akhirnya kedua ranum itu saling bertemu dan menempel.

Mereka terdiam sementara untuk menyalurkan kehangatan lewat kedua bibir mereka. Hingga akhirnya Renjun menggerakkan bibirnya pelan untuk melumat lembut ranum milik Mark.

Mark yang merasa bibirnya terlumat tak mau kalah, ia balas lumatan itu dengan sama lembutnya. Ciuman itu sangat lembut, tidak kasar dan tidak ada hawa nafsu yang menyelimuti.

Ciuman itu murni karena cinta keduanya.

Ciuman itu semakin dalam, dan dalam. Renjun menahan kepala Mark agar ia bisa menyalurkan rasa hangat dengan perantara bibir.

Tinggal beberapa hitungan lagi waktupun bergilir.

Lima.

Empat.

Tiga.

Dua.

Satu.

Dan suara kembang api pun akhirnya terdengar.

Suara kembang api yang riuh dan juga menggelegar menjadi instrumen untuk kedua pasangan yang saling bercumbu ditengah pantai yang berlatarkan ombak serta bangunan kota yang terlihat megah dan gemerlap.

Keduanya menyalurkan cinta di awal tahun yang menjadi awal petualangan mereka bersama.

Renjun dan Mark saling melepas ciuman. Mereka saling menatap dengan tatapan yang sama dalamnya. Mereka tersenyum dan saling menempelkan dahi. Mereka saling menggenggam tangan.

Mereka berjanji akan tetap bersama dan dipisahkan karena dikebumikan.

Mereka berjanji.

“Terimakasih telah bertahan,” ucap Mark dengan suara pelan yang membuat air mata Renjun mengalir di pipinya.

“Terimakasih juga karena telah bertahan, dan memilih untuk tidak menyerah,” ucap Renjun sambil tersenyum meski air mata masih mengalir diwajah rupawannya.

Terimakasih telah bertahan. Selamat tahun baru, kamu hebat telah berhasil bertahan sampai sejauh ini.

tertanda, Aestereid.

Harusnya ini adalah hari yang bahagia

Harusnya ini adalah waktu dimana orang tersenyum dan mengeluarkan air mata kebahagiaan terhadap seseorang yang kini telah meraih bahagianya.

Harusnya ini adalah hari yang bahagia

Harusnya ini adalah masa dimana orang bersuka cita terhadap seseorang yang kini resmi menyelesaikan masa perjuangannya.

Harusnya ini adalah hari yang bahagia

Harusnya detik ini Mark tersenyum memandangi sepasang pengantin yang kini saling menautkan cincin di jari manis mereka. Saling mengikat janji sehidup semati, dan berjanji akan berpisah karena dikebumikan.

Harusnya Mark yang berada disana, seharusnya ia yang menautkan cincin kepada sang tersayang dan mengucapkan janji suci sehidup semati.

Namun takdir mempermainkan dirinya.

“Mark kita tidak bisa seperti ini. Cinta kita memang luar biasa besarnya, tapi dunia punya norma.

Hahaha benar, dunia punya norma.

Itulah sepatah kata yang diucapkan sang mantan kekasih ketika mereka berpisah. Kalimat itu terus berlarian, memutari otak pemuda kelahiran agustus seolah-olah menghantuinya dengan kalimat terpahit yang pernah ia telan.

Ia benci ini, ia benci ketika terlihat berada didasar jurang kehilangan tanpa ujung.

Lagi-lagi, ia kehilangan bahagianya.

Semua hilang, semua musnah, semua terasa mati.

Mark menatap kosong kearah sepasang mempelai yang telah resmi menjadi pasangan suami-istri.

Mark tidak bisa menahan ledakan didadanya. Air matanya keluar, namun bukan air mata kebahagiaan.

Itu adalah air mata yang sangat ia benci. Air mata kehancuran

Hidup Mark hancur, semuanya telah pergi. Keluarganya terpecah-belah, orang-orang menjauhinya, dan kini satu-satunya bahagia miliknya berangsur menjauh, dan tak tergapai.

Renjun tersenyum bahagia kearah perempuan yang kini resmi menjadi istrinya. Wajah bahagia tak dapat ia sembunyikan.

Dan itu membuat Mark semakin terasa hancur

Senyum manisnya memudar kala Renjun dapat melihat dengan jelas sorot kehancuran serpihan bahagianya.

Selamat Renjun, Selamat semesta yang bajingan, dan juga selamat kepada takdir yang mempermainkan sesosok yang kini telah merasa hilang

Selamat, kalian telah menang dan membuat Mark tunduk akan takdir. Membuat Mark hancur seolah ingin mati dan membuatnya merasa kehilangan semuanya termasuk dirinya sendiri

Sekali lagi selamat, untuk hari yang harusnya bahagia ini

• AESTEREID

Harusnya ini adalah hari yang bahagia

Harusnya ini adalah waktu dimana orang tersenyum dan mengeluarkan air mata kebahagiaan terhadap seseorang yang kini telah meraih bahagianya.

Harusnya ini adalah hari yang bahagia

Harusnya ini adalah masa dimana orang bersuka cita terhadap seseorang yang kini resmi menyelesaikan masa perjuangannya.

Harusnya ini adalah hari yang bahagia

Harusnya detik ini Mark tersenyum memandangi sepasang pengantin yang kini saling menautkan cincin dijari manis mereka. Saling mengikat janji seumur semati, dan berjanji akan berpisah karena dikebumikan.

Harusnya Mark yang berada disana, seharusnya ia yang menautkan cincin kepada sang tersayang dan mengucapkan janji suci sehidup semati.

Namun takdir mempermainkan dirinya.

“Mark kita tidak bisa seperti ini. Cinta kita memang luar biasa besarnya, tapi dunia punya norma.

Hahaha benar, dunia punya norma.

Itulah sepatah kata yang diucapkan sang mantan kekasih ketika mereka berpisah. Kalimat itu terus berlarian, memutari otak pemuda kelahiran agustus seolah-olah menghantuinya dengan kalimat terpahit yang pernah ia telan.

Ia benci ini, ia benci ketika terlihat berada didasar jurang kehilangan tanpa ujung.

Lagi-lagi, ia kehilangan bahagianya.

Semua hilang, semua musnah, semua terasa mati.

Mark menatap kosong kearah sepasang mempelai yang telah resmi menjadi pasangan suami-istri.

Mark tidak bisa menahan ledakan didadanya. Air matanya keluar, namun bukan air mata kebahagiaan.

Itu adalah air mata yang sangat ia benci. Air mata kehancuran

Hidup Mark hancur, semuanya telah pergi. Keluarganya terpecah-belah, orang-orang menjauhinya, dan kini satu-satunya bahagia miliknya berangsur menjauh, dan tak tergapai.

Renjun tersenyum bahagia kearah perempuan yang kini resmi menjadi istrinya. Wajah bahagia tak dapat ia sembunyikan.

Dan itu membuat Mark semakin terasa hancur

Senyum manisnya memudar kala Renjun dapat melihat dengan jelas sorot kehancuran serpihan bahagianya.

Selamat Renjun, Selamat semesta yang bajingan, dan juga selamat kepada takdir yang mempermainkan sesosok yang kini telah merasa hilang

Selamat, kalian telah menang dan membuat Mark tunduk akan takdir. Membuat Mark hancur seolah ingin mati dan membuatnya merasa kehilangan semuanya termasuk dirinya sendiri

Sekali lagi selamat, untuk hari yang harusnya bahagia ini

Ban dari kendaraan beroda dua itu terus berputar. Ares, lelaki yang kini tengah menuntun motor kesayangannya berjalan cepat menuju bengkel yang tadi disarankan oleh sahabatnya.

“Anjing capek banget,” gumam Ares yang terus menerus menuntun motornya. Kakinya terus melangkah meski kini sudah terasa agak lemas. Motornya yang sedikit berat membuat genggamannya pada handgrip mulai melemah.

Waktu sudah menunjukan pukul 11.10 dan sejujurnya Ares ragu jika bengkel yang bernama Bengkel Poernomo itu masih buka. Tapi masa bodo, yang penting benda kesayangannya ini bisa diperbaiki secepat mungkin.

“Permisi!” seru Ares ketika melihat seseorang tengah menutup pintu lipat sebuah bengkel.

Seorang pria yang sekiranya berumur 20 tahunan keatas langsung menoleh, ia melihat kearah Ares yang sedikit kelelahan karena menuntun motornya sepanjang jalan tadi.

“Kenapa dek?” ucap pria itu ketika Ares sudah berjarak lumayan dekat dengannya.

“Maaf mas, saya mau benerin motor saya. Tadi sempet mogok dijalan,” jelas Ares. “Mas masih bisa benerin motor saya?” Pria berzodiak Aries itu sangat berharap jika sang montir masih menerima motor yang akan diperbaiki.

Dan sepertinya tuhan mengabulkan doanya.

“Boleh dek, bawa masuk aja motornya.” Sang montir akhirnya mengiyakan permintaan Ares. Lantas lelaki itu membuka lebar pintu lipat yang sempat ia tutup tadi.

“Masukin aja dek motornya,” ucap pemilik bengkel itu.

“Makasih banyak mas.” Lantas Ares tersenyum dan segera menuntun motornya menuju bengkel untuk diperiksa.

Sang montir segera memeriksa motor berwarna hitam legam itu. Berusaha mencari tahu apa penyebab motor itu bisa mogok.

Keningnya yang awalnya mengernyit berangsur memudar.

Dapat! Ia tau penyebab mogoknya motor CBR ini.

“Ini olinya harus diganti dek, sebentar ya dek. Saya cariin oli yang bagus,” jelas pria itu sambil berdiri dan mengambil oli didalam bengkelnya. Sedangkan Ares? Lelaki muda itu hanya diam dan mengiyakan ucapan lelaki yang memperbaiki motornya.

tok tok tok

“Woi bang!” Suara ketukan di pintu bengkel sekaligus seruan seseorang mendadak mengalihkan pandangan keduanya.

Ares menatap kearah lelaki yang kini berdiri didepan pintu bengkel. Sementara Theo, sang pemilik bengkel hanya tersenyum memandangi sosok lelaki yang kini berada didepan bengkelnya.

“Tumben dateng, Sa. Biasanya masih nongkrong di Warta,” ujar Theo sambil menghampiri Mahesa yang masih berdiri didepan pintu bengkel.

Lelaki tinggi bernama Mahesa itu memakai jaket berwarna abu-abu dengan celana selutut yang berwarna senada. Ia memasukan kedua tangannya ke kantung celananya dan berkata.

“Disuruh bang Yudha buat ambil motornya, bang. Katanya udah jadi hari ini,” ujar Mahesa kepada Theo.

“Oke tapi tunggu sebentar ya, tinggal sedikit perbaikan aja,” ucap Theo.

“Tumben banget lo mau disuruh-suruh sama Yudha, biasanya gak mau.”

Sejujurnya Theo sedikit bingung, kenapa teman satu tongkrongan sekaligus adik kelasnya ini mau saja mengikuti perintah temannya Yudha. Biasanya anak ini akan mencari seribu alasan agar ia tidak disuruh-suruh.

“Kalau gue gak dibayar gue juga ogah, bang,” ujar Mahesa yang disambut kekehan dari yang lebih tua.

“Ya udah, sebentar ya. Gua ambil peralatan gua dulu.” Theo lantas melangkahkan kakinya, pergi mengambil peralatannya didalam.

Sementara lelaki berzodiak leo itu berjalan masuk dan mendudukan tubuhnya di kursi yang disediakan.

Kepalanya ia sedikit tolehkan, mengarah kepada Ares yang duduknya agak berjarak dengannya.

Lelaki yang berperawakan agak kecil disampingnya itu terlihat tengah fokus dengan ponsel ditangannya.

Mahesa terus menatap lelaki itu. Menatapnya lamat-lamat hingga Ares menoleh kearahnya karena merasa diperhatikan.

Spontan Mahesa mengalihkan pandangannya. Kini lelaki kelahiran agustus itu berusaha berlagak seperti tidak terjadi apa-apa.

Anjing dia liatin gue, batin Mahesa yang kini hatinya tengah meledak-ledak.

• AESTEREID

test mau coba (lagi)

“Dunia ini kejam, Mark. Ayo kita ke bulan,” ucap Jeno sambil memeluk pria yang berada didalam rengkuhannya. Memeluknya dengan erat seolah takut lelaki itu akan pergi meninggalkannya. Pergi jauh dan tak akan kembali.

Bibir Mark merekah. Sebuah senyuman manis terukir diwajahnya. Ia membalas pelukan sang sahabat dengan tak kalah erat.

Ditemani dengan suara gemuruh ombak ditengah malam yang dihiasi oleh bintang, dua anak itu saling menguatkan.

Mark mengeratkan pelukannya. Kepalanya ia sandarkan pada bahu lebar Jeno. Lelaki kelahiran agustus itu menghela napas. Kemudian sedikit mendusal dibahu lebar Jeno.

Jeno tersenyum melihat kelakukan Mark. Tangannya kemudian ia arahkan menuju kepala Mark dan mengusapnya pelan. Memberikan sedikit kehangatan yang ia salurkan agar orang yang ia cintai ini merasa lebih baik.

Hari yang sudah gelap tidak membuat pantai yang mereka pijaki berkurang indahnya. Gemuruh ombak yang bergulung dan sepoian angin yang lumayan kencang menciptakan suasana indah yang mampu memanjakan mata dan telinga.

“Kayak gini sebentar ya?” ucap Mark sambil mengeratkan lagi pelukannya. Ia sudah merasa nyaman dengan posisinya sekarang. Ia berharap sangat berharap mereka seperti ini sedikit lebih lama.

Tidak, ia berharap mereka bisa berada diposisi menenangkan seperti ini selamanya.

Lagi-lagi Jeno tersenyum. Ia mengeratkan pelukannya, menciptakan kehangatan untuk keduanya.

Mereka sudah berusaha sekuat tenaga untuk melawan dunia yang kejam ini. Melawan kenyataan pahit yang sudah sulit sekali mereka telan.

Selama mereka masih bersama dan saling menggenggam, mereka akan selalu kuat untuk melawan dunia yang jahat ini.

“Aku mencintaimu, Jeno,” ucap Mark sambil memejamkan matanya. Mengistirahatkan tubuhnya sebentar dan merasakan kehangatan yang mereka berdua ciptakan.

“Aku juga mencintaimu, Mark,” ucap Jeno membalas perkataan Mark.

• AESTEREID

don't worry, there's no sex scene or sadism. Just fluff scene.

Renjun membuka kunci pintu apartemennya. Sambil memapah Mark dibahunya, Renjun berjalan kearah ranjang dan membaringkan Mark yang sudah terkapar karena terlalu banyak minum minuman beralkohol.

Pria tinggi itu terus-terusan berceloteh tidak jelas. Celotehnya tidak berhenti semenjak dari club maupun sampai apartemen Renjun.

Semua kata ia keluarkan seolah-olah tengah berbicara dengan seseorang bahkan tak jarang pria itu tertawa sendiri karena perkataannya.

“Eum, Renjuniee.” Renjun yang tengah menyalakan AC menoleh. Ia melihat kekasihnya meringkuk dan bergerak tidak jelas diatas kasur.

“Renjun, Renjunie!” Mark terus memanggil namanya hingga akhirnya Renjun sang pemilik nama berjalan menghampirinya.

“Kenapa?” tanyanya sambil melihat Mark yang memeluk kedua kakinya.

“Hug! I wanna hug!” Renjun menaikan satu alisnya. Lelaki manis itu melipat kedua tangannya seolah enggan memeluk kekasih yang terus-menerus menginginkan pelukannya.

No, lion,” ujar Renjun menolak permintaan Mark.

Why? I just want a hug.”

Renjun menghela napas dan menatap Mark yang masih meringkuk di kasurnya.

“Kau sudah menjadi anak nakal, lion. Aku tidak akan memelukmu,” ucap Renjun yang membuat Mark menatap kearahnya.

Wajah lelaki itu sedikit memerah karena alkohol. Matanya terlihat sayu. Mark terasa lemas dan mengantuk. Ia ingin tidur tapi sambil memeluk kekasihnya.

But i'm being a good boy today,” ucap Mark sambil mengerucutkan bibirnya lucu. “Hug me, please.”

Anak baik mana yang berbohong dan pergi ke club, huh?” ujar Renjun yang masih enggan memeluk Mark.

“Aku tidak mabuk!”

Mark berusaha bangkit dan berjalan kearah Renjun. Seolah membuktikan bahwa ia sedang tidak mabuk didepan kekasihnya.

Namun baru bangkit saja tubuh Mark sudah ambruk karena kepalanya terasa sakit dan pusing. Kakinya juga tidak bisa diajak kerja sama karena terasa lemas.

Give me hug,” ucapnya lirih sambil terus meringkuk.

Renjun menghela napas. Lelaki itu akhirnya melangkahkan kakinya dan berjalan kearah ranjangnya tempat Mark sedang meringkuk. Renjun mengambil kaki Mark merentangkan kedua kaki pria itu.

Ia kemudian berbaring disamping lelaki kelahiran agustus dan menaruh kepalanya didadanya.

Are you drunk?” tanya Renjun kepada Mark yang jelas-jelas tengah mabuk.

No! I'm not drunk!” ucap Mark dengan wajah yang masih memerah. Lelaki itu masih menyangkal bahwa ia mabuk karena tadi minum-minum.

Saat merasa bahwa kepalanya bersandar didada Renjun. Pria itu langsung mendusal didada kekasihnya untuk mencari kehangatan. Tangannya ia ulurkan menuju punggung Renjun kemudian memeluknya.

Renjun terkekeh. Lelaki itu mengecup hidung kekasihnya dan mengusap kepalanya.

No, you're drunk,” ucap Renjun.

Keheningan mendera sesaat. Mereka berdua terlarut dalam hangatnya pelukan yang mereka ciptakan di malam dingin hari ini.

Renjun terus mengusap lembut rambut hitam Mark sementara Mark terus mendusalkan pipinya didada sang kekasih.

“Jangan marah,” ucap Mark tiba-tiba yang membuat Renjun menatap kearahnya.

“Aku tidak marah,” ucap Renjun.

Mark membuka kedua matanya lalu melihat kearah Renjun yang kini menatapnya. Mark terlihat sangat manis sekarang. Matanya terlihat sedikit sayu, wajahnya memerah lucu karena alkohol dan pipinya yang terlihat gemas karena bersandar didada Renjun.

Kalau begini Renjun tidak jadi memberikan 'hukuman' pada kekasihnya karena telah berbuat nakal.

Sekarang ini ingin sekali Renjun melahap Mark. Pria itu membuat kupu-kupu diperutnya berterbangan. Benar-benar menggemaskan.

“Jangan marah padaku. Aku janji tidak akan menjadi anak nakal lagi,” ucap Mark sambil menatap dalam Renjun, kekasihnya.

“Aku tidak marah, lil lion.” Renjun mencubit pelan hidung Mark dan kembali mengusap rambut lelaki itu.

“Jangan hukum aku. Maaf, aku berjanji tidak akan berbuat nakal lagi,” ucap Mark yang masih berusaha meminta maaf.

Kepalanya sudah tidak terlalu terasa pusing. Membuatnya mengingat Renjun yang mungkin bisa saja menghukumnya karena telah berbohong dan masuk ke club tanpa izin.

Renjun menatap kearah Mark dan mengecup keningnya lama. Renjun dan Mark sama-sama menutup kedua mata. Kecupan itu seolah menyalurkan kehangatan dari dalam diri masing-masing yang menciptakan suasana nyaman dan hangat yang akan membuat siapa saja akan merasa ingin berlama-lama berada diposisi seperti itu.

Kecupan itu akhirnya terlepas. Renjun kembali menyandarkan kepala Mark didadanya dan mengusapnya pelan.

“Aku tidak marah sayang. Tidurlah, sudah larut malam.” Mark menatap kearah Renjun dan tersenyum. Kepalanya kemudian ia dekatkan dan mengecup pipi kekasihnya.

I love you, Renjun,” ucapnya sebelum menutup mata dan pergi ke alam mimpi.

I love you too, lil lion.” Renjun tersenyum sebelum akhirnya menutup mata dan menyusul Mark ke alam mimpi.

• AESTEREID